JAKARTA - Ketua Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI) Hindra Irawan Satari mengatakan, orang tua perlu memantau kondisi perkembangan anak satu sampai dua hari setelah melakukan vaksinasi COVID-19.
"KIPI adalah reaksi alamiah, karena suatu benda asing dimasukkan ke dalam tubuh untuk merangsang imun. Jadi tubuh dengan reaksi di tempat suntikan terdapat demam, pusing, pegal namun itu berlangsung hanya satu sampai dua hari," kata Hindra dalam siaran langsung IDAI 'Vaksin COVID-19 Pada Anak' yang diikuti di Jakarta dilansir dari Antara, Selasa, 4 Januari.
Hindra menuturkan, pada dasarnya seorang anak tidak akan bisa menyembunyikan ekspresi ketika kesakitan. Apabila anak merasakan KIPI seperti demam, nyeri ataupun lemas, mereka cenderung menunjukkannya. Sama halnya dengan anak yang sehat dan aktif.
Saat akan dan sesudah melakukan vaksinasi COVID-19, orang tua dianjurkan untuk tidak memberikan obat-obatan seperti penurun demam atau pereda rasa nyeri terlebih dahulu kepada anak. Hal itu perlu dilakukan untuk memantau kondisi apakah benar anak membutuhkan obat itu atau tidak.
Menurutnya, pemberian obat tidak diperlukan bila anak tak menunjukkan adanya gejala-gejala yang berbahaya. Namun, pada anak yang mengeluhkan suatu gejala, diharapkan orang tua tidak menunda dan segera membawa anak ke fasilitas terdekat untuk mendapatkan diagnosa tepat dari dokter akibat adanya suatu gejala yang ditimbulkan.
"Saya selalu menganjurkan apapun gejalanya, lapor berobat untuk diyakinkan bahwa bukan dari vaksin dan diberi obat. Kalau perlu karena dalam satu dua hari akan sembuh dan tidak akan berakibat fatal, kalau ada (KIPI) cepat berubahnya, cepat berobat ke dokter atau fasilitas kesehatan setempat. Jadi jangan menunda atau berobat ke alternatif dulu, jadi kita pantau dulu saja anak-anak kita," ujar Hindra.
Dengan demikian, dia meminta pada semua orang untuk tetap menyediakan obat-obat yang diperlukan di dalam kotak obat yang jauh dari sinar matahari agar dapat digunakan sewaktu-waktu jika diperlukan.
Hindra juga menjelaskan bahwa KIPI wajar terjadi dan proporsinya bersifat rendah. Karena KIPI tak terjadi pada semua orang dari berbagai kalangan usia. Namun justru diperlukan sebagai pencegahan dari berbagai virus melalui pembentukan antibodi.
Sedangkan dalam menanggapi keraguan orang tua dalam memberikan vaksin pada anaknya, Hindra mengatakan Indonesia telah berhasil memberikan suntikan sebanyak 250 juta dosis dan terbukti menjadi contoh bagi dunia. Dari banyaknya jumlah itu, terbukti bahwa vaksin aman dan dapat melindungi.
Selain jumlah vaksin, kondisi pandemi yang baik dan dapat dicapai dari kerja keras semua pihak ini juga terjadi karena hampir separuh penduduk Indonesia sudah melakukan vaksinasi, sehingga terjamin khasiatnya.
BACA JUGA:
Hindra menekankan, alasan vaksin diberikan secara bertahap di Indonesia sesuai dengan jenjang usia adalah tergantung pada burden of disease. Oleh sebab itu, izin edar tak bisa sembarang diberikan karena harus dilakukan penelitian secara bertahap hingga bisa diberikan pada anak usia 6-11 tahun kini.
Ia berharap semua orang tua dapat lebih cermat memantau perkembangan anak, segera memberikan anak vaksin COVID-19 dan tetap menjalankan protokol kesehatan supaya dapat bersama memutus mata rantai COVID-19 dan melindungi anak dari penyebaran berbagai varian yang ada.
"Vaksin yang diedarkan di Indonesia persyaratannya sangat sangat ketat dan yang mempunyai otoritas adalah BPOM. Jadi dikaji keamanan vaksin tersebut sama daya lindunginya. Setelah diyakinkan aman baru dikeluarkan izin, dikeluarkan sesuai jenjang usia dewasa, lansia kemudian kakak-kakak baru adiknya," kata dia.