Ancol Potong Gaji Direksi untuk Bisa Bertahan di Masa Pandemi COVID-19
Dunia Fantasi di Taman Impian Jaya Ancol. (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJAA) menjadi salah satu yang terdampak pandemi COVID-19. Hal ini lantaran sejak 14 Maret hingga 19 Juni kawasan rekreasi di DKI Jakarta ini harus ditutup untuk mencegah penyebaran virus, akibatnya pendapatan hilang.

Meski saat ini rekreasi tersebut sudah dibuka, namun perseroan tetap harus melakukan pembatasan jumlah pengunjung, guna menghindari penularan COVID-19. Untuk mengatasi kerugian akibat pandemi di tahun ini, perseroan pun memiliki sejumlah strategi untuk bisa bertahan.

Direktur Keuangan Pembangunan Jaya Ancol, Hari Sundjojo mengatakan, pihaknya melakukan upaya efisiensi arus kas (cash flow), di antaranya dengan pemotongan penghasilan dewan komisaris dan direksi untuk periode Juli hingga Desember 2020.

"Biaya pegawai di luar gaji atau penghasilan dihilangkan," ujarnya, dalam video conference bersama wartawan, Senin, 24 Agustus.

Tak hanya itu, Hari mengatakan, perseroan juga melakukan pemotongan Tunjangan Hari Raya (THR) di level direksi dan senior management secara sukarela untuk diberikan kepada reseller, nelayan, dan warga sekitar Ancol.

Selain itu, perseroan juga melakukan penyisihan penghasilan karyawan secara sukarela untuk keperluan perlengkapan dan peralatan, pembelian pakan serta obat-obatan bagi hewan.

"Penundaan pembayaran jasa produksi kinerja 2019 juga dilakukan," kata dia.

Selain itu, Hari menyampaikan bahwa Ancol juga mempertahankan pegawai yang ada saat ini. Hal ini dilakukan untuk menjaga finansial perusahaan, sekaligus menandakan tidak ada penerimaan pegawai baru di tahun ini.

"Untuk capital intensive, kami tahun ini tidak ada penerimaan. Kami coba bertahan dengan formasi yang ada, dan seluruh karyawan itu aktif untuk membantu operasional selama pembukaan kembali," ucapnya.

Dia menyebut, perseroan juga melakukan efisiensi dengan konsep basic cost, di mana mengeluarkan biaya hanya untuk tenaga kerja yang ada saat ini, serta perawatan wahana-wahana.

Sebelum pandemi pihaknya mengalokasikan capital expenditure (capex) atau belanja modal sebesar Rp765 miliar. Namun, saat ini perseroan melakukan pemangkasan sebesar Rp587 miliar sehingga tersisa Rp178 miliar.

"Tanggal 14 Maret kami tutup operasi dan 20 Juni baru buka kembali. Jadi, efektif pada Juni hanya 10 hari kami buka, maka kami melakukan revisi atas pengeluaran capex menjadi Rp178 miliar," ujarnya.

Lebih lanjut, Hari mengatakan, sumber pendanaan capex diambil dari kas internal, pinjaman bank, hingga penerbitan surat utang atau obligasi. Semester I 2020, perseroan telah menyerap belanja modal mencapai Rp110 miliar.

Karena capex yang dipangkas, perusahaan harus menunda sejumlah proyek pengembangan kawasan wisata, dan hanya fokus pada penyelesaian renovasi taman pantai atau proyek symphony of the sea yakni renovasi di stone area, water and sand area, dan green area. Proyek taman ini memiliki luas sekitar 51.000 meter persegi.

"Kami harus berhemat sekali, memilih pengeluaran secara tepat dan akurat. Apa yang bisa ditunda maka kami tunda, apa yang bisa kami kurangi maka kami kurangi. Tapi ini tanpa kurangi kebutuhan untuk hewan, wahana, dan perawatann lainnya, serta gaji karyawan," katanya.