Ancol Sepi karena Pandemi, Kehilangan 61 Persen Pengunjung dan Rugi 306 Persen
Dunia Fantasi (Dufan) di Taman Impian Jaya Ancol. (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJAA), sempat terpaksa harus menutup sementara lini bisnisnya akibat pandemi COVID-19 yang menyebar begitu cepat di dalam negeri. Akibatnya, perseroan mengalami penurunan pengunjung hingga 61 persen dibanding dengan periode yang sama pada tahun lalu.

Direktur Keuangan Pembangunan Jaya Ancol, Hari Sundjojo mengatakan, pascakasus positif COVID-19 pertama ditemukan di Indonesia, kawasan rekreasi ini ditutup mulai 14 Maret hingga 19 Juni. Karena hal ini, tentu saja ada penurunan pengunjung.

"Kalau terkait dengan penurunan pengunjung dan itu memang terjadi kalau kita bandingkan antara 2019 sampai dengan realisasi Juni 2020. Pengunjung Januari-Juni 2019 sekitar 7,7 juta sementara Januari sampai dengan Juni tahun 2020 hanya 3 juta, turun sebesar 61 persen," tuturnya, dalam video conference bersama wartawan, Senin, 24 Agustus.

Hari mengatakan, dampak dari penurunan jumlah ini tentu mempengaruhi kinerja semester I tahun 2020. Pendapatan usaha Pembangunan Jaya Ancol anjlok hingga lebih dari separuhnya, atau dari Rp607,899 miliar pada 30 Juni 2019 menjadi Rp254,215 miliar pada 30 Juni 2020.

Hari juga menyampaikan, secara laba bersih perusahaan juga merosot tiga kali lipat hingga 306 persen. Pada semester pertama tahun ini, Pembangunan Jaya Ancol terpantau rugi Rp146 miliar dibanding periode sama tahun sebelumnya, yang untung Rp71,2 miliar.

"Tentunya berdampak kepada kinerja kita di semester pertama ini menyebabkan kita turun pendapatan kurang lebih sebesar 58 persen dan kita mengalami kerugian 306 persen atau Rp146 miliar di Juni 2019," jelasnya.

Namun, kata Hari, Pembangunan Jaya Ancol dari sisi aset justru mengalami pertumbuhan 10 persen, yakni dari Rp4,1 triliun jadi Rp4,5 triliun. Begitu pula dengan liabilitas, yang meningkat 29 persen dari Rp1,9 triliun menjadi Rp2,5 triliun Sebaliknya, terjadi penurunan ekuitas 7 persen dari Rp2,1 triliun menjadi Rp2 triliun.

"Penyebab kenaikan aset ini karena kita memang membutuhkan dana untuk pemenuhan obligasi yang jatuh tempo di bulan Juli tahun ini, Rp300 miliar," katanya.