JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), akan menelisik temuan ICW terkait penggunaan anggaran senilai Rp90,45 miliar oleh pemerintah untuk beragam aktivitas yang melibatkan influencer.
"Sebagai lembaga anti korupsi, tentu saja, hukumnya menjadi wajib bagi KPK untuk memperhatikan isu-isu pemberantasan korupsi yang menjadi pembicaraan masyarakat. Termasuk soal isu kucuran dana untuk influencer ini," kata Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango, Senin, 14 Agustus.
Namun pendalaman yang dilakukan KPK harus disertai bukti-bukti yang valid. "Tentu saja cara kerja KPK menyikapi informasi tersebut tidak harus disampaikan secara trbuka," kata dia.
Kata dia, hal itu dilakukan KPK terhadap program-program itu sebagaimana tugas dan fungsi KPK yang diamanatkan dalam Pasal 6 huruf C UU Nomor 19 Tahun 2019.
"Bisa saja seperti itu sebagai bentuk tugas monitoring KPK Pasal 6 huruf C UU 19/2019, yaitu melakukan kajian tetapi bisa juga dalam bentuk penyelidikan," kata dia.
BACA JUGA:
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian sebelumnya menyatakan, anggaran senilai Rp90,45 miliar tidak seluruhnya untuk membayar influencer seperti pernyataan Indonesia Corruption Watch (ICW).
"Jadi, Rp90,45 miliar itu kan anggaran kehumasan. Kehumasan itu banyak alokasinya, misalnya untuk iklan layanan masyarakat, untuk memasang iklan di media cetak, audio visual, sosialisasi, bikin buku, atau lainnya jadi tidak semua untuk influencer," kata Donny di Jakarta, dilansir Antara, Jumat, 21 Agustus.
Pada Kamis, 20 Agustus, peneliti ICW Egi Primayogha dalam konferensi pers "Rezim Humas: Berapa Miliar Anggaran Influencer?" secara daring menyatakan, pemerintah pusat menganggarkan Rp90,45 miliar untuk beragam aktivitas yang melibatkan influencer.
Temuan itu berdasarkan penelusuran dari laman pengadaan barang jasa pemerintah Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) sepanjang 14 sampai dengan 18 Agustus 2020.
"Tidak mungkin Rp90 miliar diberikan kepada influencer, influencer itu berapa? Jadi, influencer memang yang dipilih juga orang-orang kompeten, punya kemampuan, menguasai substansi. Jadi, kalau menyosialisasikan kebijakan yang benar apa salahnya? Kecuali mereka memutarbalikkan fakta, membuat baik apa yang tidak baik, hanya me-make up saja sesuatu yang buruk, toh, mereka berbicara apa adanya," ungkap Donny.
Menurut Donny, Presiden Jokowi yang sebelumnya juga pernah mengundang sejumlah influencer ke Istana hanya bertujuan untuk menyapa.
"Saya kira Pak Jokowi cuma ingin menyapa saja semua stakeholder, termasuk influencer, karena mereka yang punya massa, punya pengikut, punya pendengar. Apa yg mereka sampaikan pasti didengar oleh banyak orang sehingga dipanggil supaya bisa terhindar dari hoaks, fitnah, pembunuhan karakter, untuk menggunakan sosial media secara positif," kata Donny menambahkan.
Donny membantah pernyataan ICW yang menilai Presiden Joko Widodo tidak percaya diri terhadap program-programnya karena menggunakan jasa influencer.
"Karena namanya program harus dipahami sampai ke pelosok, sampai ke desa-desa yang tidak terjangkau media. Nah, influencer, itu 'kan kita tahu menggunakan sosmed yang digunakan masyarakat, jadi saya kira bukan tidak percaya diri, melainkan jangkauannya lebih luas, terutama di kalangan milenial," kata Donny.