JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut asal uang yang digunakan Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe. Diduga ada anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Provinsi Papua terpakai.
"Dana-dana itu diperoleh sebagian besar berasal dari penyalahgunaan APBD," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin, 26 Juni.
Tak hanya itu, dana operasional gubernur juga digunakan Lukas untuk berjudi. Penggunaan ini dilakukan selama tiga tahun, ungkap Alexander.
Adapun uang operasional itu mencapai Rp1 triliun. "Informasi yang kemarin dipaparkan ke pimpinan menyangkut dana operasional Gubernur selama tiga tahun itu dari tahun 2019 sampai 2022," tegasnya.
"Tiap tahun dana operasional yang bersangkutan itu Rp1 triliun lebih. Itu jauh lebih tinggi dari ketentuan yang ditetapkan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)," sambung Alexander.
Selanjutnya, biaya operasional ini bakal didalami. Sebab, komisi antirasuah tak habis pikir dengan jumlah anggaran tersebut.
"Sebagian besar setelah kita telisik itu dibelanjakan untuk biaya makan dan minum. Bayangkan, kalau Rp1 triliun itu sepertiga digunakan belanja makan dan minum," ujar Alexander.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, Lukas diduga menerima suap dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka. Sementara gratifikasi diduga diberikan pihak swasta lain agar mendapat proyek di Papua.
Tak hanya itu, Lukas dijerat dengan dugaan pidana pencucian uang. Langkah ini dilakukan setelah komisi antirasuah mengembangkan kasus suap dan gratifikasi yang menjeratnya.
Terkait pencucian uang ada 27 aset milik Lukas yang disita KPK. Di antaranya uang senilai Rp81.628.693.000; 5.100 dolar Amerika; dan 26.300 dolar Singapura; aset berupa tanah dan bangunan; serta logam mulia.