JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ambil alih kasus dugaan korupsi Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Hal ini karena ICW meragukan penanganan kasus Pinangki oleh Kejaksaan Agung.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan permintaan ini muncul karena sejak awal, pihaknya telah meragukan komitmen Kejaksaan Agung dalam menangani perkara tersebut. Termasuk, munculnya sejumlah situasi seperti kebakaran di Gedung Kejaksaan Agung pada Sabtu, 22 Agustus lalu hingga hal lainnya yang makin menimbulkan rasa skeptis di tengah masyarakat.
"ICW mendesak agar KPK segera mengambil alih penanganan perkara ini," kata Kurnia dalam keterangan tertulisnya yang dikutip Senin, 24 Agustus.
Dirinya menilai, KPK berhak untuk menangani kasus yang menjerat Pinangki. Sebab berdasarkan Pasal 11 UU KPK, lembaga anti rasuah ini diberi kewenanganan untuk menangani perkara korupsi yang melibatkan penegak hukum, dalam hal ini Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Apalagi, penanganan kasus yang melibatkan Jaksa Pinangki ini masih jauh dari kata rampung karena Kejaksaan masih perlu untuk melakukan pembuktian terhadap sejumlah hal seperti menetapkan pihak penyuap.
Kurnia menilai, mustahil ketika ada kasus dugaan suap dan gratifikasi, tapi tersangka yang ditetapkan hanya satu orang saja. "Kedua, Kejaksaan harus menjelaskan, apakah keberangkatan Jaksa Pinangki Sirna Malasari atas inisiatif sendiri atau karena perintah oknum internal Kejaksaan Agung," ungkap dia.
Hal lain yang juga harus dibuktikan adalah adakah komunikasi antara Jaksa Pinangki Sirna Malasari dengan oknum di internal Mahkamah Agung perihal bantuan penanganan perkara Djoko S Tjandra.
"Jangan sampai kebakaran beberapa waktu lalu justru dijadikan dalih untuk menghentikan langkah membongkar skandal korupsi ini," tegasnya.
Lebih lanjut, ICW meminta agar KPK ikut menyelidiki penyebab terjadinya kebakaran Gedung Utama Kejaksaan Agung. Menurut Kurnia, lembaga antirasuah itu perlu ikut andil agar dapat membuktikan apakah kebakaran itu murni akibat kelalaian atau sengaja direncanakan oleh oknum tertentu yang kini kasusnya tengah diusut oleh Korps Adhyaksa tersebut.
"Bukan tidak mungkin ada pihak-pihak yang merencanakan untuk menghilangkan barang bukti yang tersimpan di gedung tersebut," ungkapnya.
"Jika hal ini benar, maka KPK dapat menyangka oknum tersebut dengan Pasal 21 UU Tipikor tentang obstruction of justice atau upaya menghalang-halangi proses hukum dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara," imbuh Kurnia.
BACA JUGA:
Sebelumnya, Kapuspenkum Kejaksaan Agung (Kejagung) Hari Setiyono meminta masyarakat tidak berasumsi dan berspekulasi terhadap kebakaran yang menghanguskan Gedung Utama Kejagung pada Sabtu, 22 Agustus malam.
"Penyebab kebakaran ini masih dalam proses penyelidikan Polri. Oleh karena itu mohon bersabar dan kami mohon tidak membuat spekulasi dan asumsi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan," kata Hari kepada wartawan dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube, Minggu, 23 Agustus.
"Mari kita sabar menunggu hasil pihak kepolisian," katanya.
Diketahui, Gedung Kejaksaan Agung di Jalan Sultan Hasanudin Dalam 1, Jakarta terbakar pada Sabtu, 22 Agustus. Kebakaran ini terjadi sejak pukul 19.10 WIB dan belum diketahui pasti apa penyebabnya. Bagian yang terbakar adalah Gedung Utama yang terdiri dari ruang kepegawaian, pembinaan, dan intelijen.
Setelah terbakar selama hampir 12 jam, api akhirnya padam sekitar pukul 06.28 WIB. Total ada 65 mobil pemadam termasuk dua unit Bronto Skylift yang dikerahkan untuk memadamkan kebakaran. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian ini.