Bagikan:

JAKARTA - Ratusan polisi keamanan nasional Hong Kong menggerebek kantor outlet media pro-demokrasi online Stand News pada Hari Rabu, menangkap enam orang, termasuk staf senior, karena diduga melakukan pelanggaran 'publikasi hasutan'.

Serangan ini semakin meningkatkan kekhawatiran tentang kebebasan media di bekas jajahan Inggris itu, yang kembali ke pemerintahan China pada 1997 dengan janji akan melindungi berbagai hak individu.

Polisi mengatakan dalam sebuah pernyataan, pihaknya memiliki surat perintah yang mengizinkannya "untuk mencari dan menyita materi jurnalistik yang relevan".

"Lebih dari 200 petugas polisi berseragam dan berpakaian preman telah dikerahkan," bunyi pernyataan itu, mengutip Reuters 29 Desember.

Secara terpisah, polisi mengatakan mereka telah menangkap tiga pria dan tiga wanita, berusia 34 hingga 73 tahun, tanpa menyebut nama mereka, karena "berkonspirasi untuk menerbitkan publikasi hasutan".

Ronson Chan, wakil editor tugas Stand News dan kepala Asosiasi Jurnalis Hong Kong (HKJA), tidak termasuk di antara mereka yang ditangkap mengatakan, polisi menyita komputer, iPhone, iPad, kartu pers dan catatan perbankannya selama penggeledahan pagi hari.

"Stand News selalu memberitakan berita secara profesional," jelasnya. Staf senior lainnya tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar.

Kantor Stand News di sebuah bangunan industri di distrik kelas pekerja Kwun Tong ditutup sebagian, dengan sejumlah polisi berkeliaran di lobi dan empat mobil van diparkir di lantai bawah.

Petugas terlihat memuat sekitar tiga lusin kotak dokumen dan bahan lain yang disita sebagai barang bukti ke sebuah truk.

polisi hong kong
Ilustrasi polisi Hong Kong. (Wikimedia Commons/Stewart~惡龍)

Stand News, didirikan pada tahun 2014 sebagai nirlaba, adalah publikasi pro-demokrasi paling menonjol yang tersisa di Hong Kong, setelah penyelidikan keamanan nasional awal tahun ini menyebabkan penutupan tabloid Apple Daily milik taipan yang dipenjara, Jimmy Lai.

Terpisah, Steven Butler, koordinator program Asia untuk Committee to Protect Journalists, mengatakan tindakan polisi itu adalah "serangan terbuka terhadap kebebasan pers Hong Kong yang sudah compang-camping".

Biro Keamanan pemerintah tidak segera menanggapi permintaan komentar. Pihak berwenang telah berulang kali mengatakan semua penuntutan didasarkan pada bukti dan tidak ada hubungannya dengan profesi orang-orang yang ditangkap.

Untuk diketahui, penghasutan tidak termasuk dalam pelanggaran yang terdaftar di bawah undang-undang keamanan nasional yang diberlakukan oleh Beijing di kota itu pada Juni 2020 yang menghukum terorisme, kolusi dengan pasukan asing, subversi dan pemisahan diri dengan kemungkinan hukuman penjara seumur hidup.

Tetapi, keputusan pengadilan baru-baru ini telah membebaskan pihak berwenang untuk menggunakan kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang baru untuk menerapkan undang-undang era kolonial yang sebelumnya jarang digunakan, termasuk Undang-undang Kejahatan yang mencakup penghasutan.

Pihak berwenang mengatakan, undang-undang keamanan telah memulihkan ketertiban setelah kerusuhan pro-demokrasi yang sering disertai kekerasan pada 2019. Sementara, para kritikus mengatakan undang-undang itu adalah alat untuk meredam perbedaan pendapat dan telah menempatkan pusat keuangan global di jalur otoriter.

Pada Bulan Juni, ratusan polisi menggerebek tempat Apple Daily, menangkap para eksekutif atas tuduhan "kolusi dengan negara asing". Surat kabar itu kemudian ditutup setelah polisi membekukan asetnya.

Pada Hari Selasa, jaksa mengajukan tuntutan "publikasi hasutan" tambahan terhadap Lai dan enam mantan staf Apple Daily lainnya.

Namun, polisi belum mengungkapkan artikel Apple Daily atau Stand News mana yang mereka anggap menghasut.