Bagikan:

JAKARTA - Setelah kemenangan telak pro-demokrasi Hong Kong pada pemilu yang digelar Minggu 24 November, sepertinya kelompok pro-Beijing masih tidak terima akan hasil tersebut. China menutup akses yang memberitakan bahwa mayoritas kursi akan diduduki oleh kelompok pro-demokrasi Hong Kong. Kelompok pro-demokrasi memperoleh mayoritas suara dengan meraih 333 dari total 425 kursi yang diperebutkan, sedangkan pro-Beijing hanya berhasil mendapati 52 kursi.

Media ofisial China hanya akan fokus memberitakan bagaimana negara-negara Barat mengintervensi peraturan-peraturan yang ada di China. Salah satu media pun terang-terangan menolak memberitakan hasil pemilu yang menyatakan pro-demokrasi Hong Kong menang di 17 dari 18 distrik. 

“Dalam lima bulan terakhir, perusuh yang radikal ingin membalikkan Hong Kong berkolusi dengan pasukan asing. Kerusuhan sosial secara luas mengganggu proses pemilu, dan beberapa pembuat onar telah melecehkan kandidat yang nasionalis pada saat pemilihan. Mengakhiri kekerasan dan mengembalikan ketertiban menjadi tugas terpenting Hong Kong," dikutip dari keterangan resmi yang diterbitkan oleh berita daring China, Xinhua

China Daily memberitakan bahwa Pemilu Hong Kong 2019 dipenuhi aksi intimidasi dan trik kotor. Taktik intimidasi dengan kekerasan dimaksudkan untuk mengurangi waktu pemaparan dan penyampaian visi-misi dari kandidat pro-Beijing.

"Kekuatan eksternal yang telah memicu kampanye anti-pemerintah selama berbulan-bulan di wilayah administrasi khusus juga memberikan kontribusi besar untuk merusak peluang memilih calon pro-Beijing," dilansir dari China Daily.

China tidak senang dengan hasil pemilu 

Pemimpin Eksekutif Hong Kong yang merupakan pro-Beijing, Carrie Lam, menyampaikan bahwa kekalahan telak kelompok pro-Beijing menunjukkan bahwa sudah tidak ada lagi kepercayaan publik terhadap pemerintahannya, terutama dalam penanganan aksi protes Hong Kong yang berlangsung selama hampir 6 bulan.

"Saya akui bahwa pemilihan kali ini jelas mencerminkan bahwa banyak pemilih ingin menyampaikan pendapat dan pandangan mereka kepada pemerintah, kepada diri saya sendiri." kata Carrie Lam saat konferensi pers, dilansir dari Channel News Asia

Pihak Beijing tidak tinggal diam atas 'kesedihan' yang dialami Carrie Lam. Beijing mendukung Carrie Lam meskipun kalah telak dari kelompok pro-demokrasi Hong Kong. 

"Posisi kami sangat jelas, pemerintah pusat tegas mendukung Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam dalam memimpin pemerintahan, mendukung polisi dalam menegakkan hukum dan memulihkan ketertiban, dan mendukung peradilan terhadap para penjahat yang kejam," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang. 

Kemenangan kelompok pro-demokrasi merupakan angin segar setelah 6 bulan melakukan aksi protes atas ketidakadilan Beijing dan melanggar kesepakatan yang telah mereka lakukan sejak Inggris menyerahkan Hong Kong ke China pada 1997. Namun di sisi lain, Beijing juga bersikeras bahwa Hong Kong berada di bawah pemerintahan China yang mana harus mentaati peraturan yang mereka buat.