Bagikan:

BANTEN - Polda Banten melakukan penangguhan penahanan tersangka buruh yang mendobrak ruang kerja dan menduduki ruangan Gubernur Banten, Wahidin Halim.

Kabid Humas Polda Banten AKBP Shinto Silitonga mengatakan, penangguhan penahanan memang menjadi hak tersangka yang diatur dalam hukum acara pidana, yang dapat dimohonkan oleh tersangka atau keluarga.

"Penangguhan penahanan diperbolehkan sepanjang persyaratan sesuai hukum acara pidana tersebut dipenuhi dan menurut penilaian penyidik dapat dikabulkan dengan pertimbangan penangguhan penahanan tidak akan mempersulit proses penyidikan," kata Shinto di Serang, Antara, Selasa, 28 Desember.  

Polda Banten mengakomodir permohonan penangguhan penahanan tersangka dengan alasan kemanusiaan. Pertimbangan lain yaitu tersangka adalah tulang punggung keluarga.

"Selain itu, istri salah satu tersangka baru saja melahirkan putra kembar yang saat ini baru berusia 2 bulan, sehingga membutuhkan perhatian besar dari tersangka," katanya. 

Selain itu, sambung Shinto, identitas serta alamat dari masing-masing tersangka jelas. Jaminan dari ketua serikat pekerja masing-masing turut menjadi pertimbangan.

"Polda Banten mengapresiasi permintaan maaf secara terbuka dari para tersangka kepada Gubernur Banten," kata Shinto.

Sebelumnya, Polda Banten telah menerima pengaduan Gubernur Banten melalui kuasa hukumnya Asep Abdullah Busro pada Jumat, 24 Desember lalu. 

Pelaporan dilakukan terhadap beberapa aksi oknum buruh yang menerobos masuk ke dalam ruang kerja Gubernur Banten pada aksi demo menuntut revisi Upah Minimum Provinsi, Rabu, 22 Desember lalu.

"usai penerimaan laporan polisi, Ditreskrimum Polda Banten bertindak cepat dengan mengidentifikasi pelaku berdasarkan dokumentasi yang disampaikan pelapor, data pelaku diidentifikasi dengan menggunakan alat face recognizer Unit Inafis Ditreskrimum Polda Banten,” kata Shinto. 

Hasilnya, enam orang ditangkap dan ditetapkan jadi tersangka. Dirreskrimum Polda Banten Kombes Ade Rahmat Idnal menyampaikan, dari hasil penyidikan empat tersangka yaitu AP (46), SH (33), SR (22), SWP (20) dikenakan Pasal 207 KUHP tentang secara sengaja di muka umum menghina sesuatu kekuasaan negara dengan duduk di meja kerja Gubernur.

Sedangkan untuk dua tersangka OS (28) dan MHF (25),dikenakan Pasal 170 KUHP tentang perusakan terhadap barang secara bersama-sama.

“Dua tersangka terakhir dikenakan Pasal 170 KUHP yaitu bersama-sama melakukan perusakan terhadap barang yang ada di ruang kerja Gubernur Banten, dengan ancaman pidana 5 tahun 6 bulan penjara,“ kata Ade Rahmat Idnal.