Bagikan:

JAKARTA - Pemprov DKI mulai membangun perumahan di Kampung Akuarium, Penjaringan Jakarta Utara. Menanggapi hal ini, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menganggap pemukiman tersebut berpotensi diratakan kembali.

Sebab, kata Trubus, lahan yang digunakan untuk pembangunan rumah susun di kawasan Kampung Akuarium melanggar Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Rencana Detail dan Tata Ruang (RDTR) dan Zonasi.

Dalam aturan tersebut, kawasan Kampung Akuarium berada di atas lahan zona merah atau zona pemerintahan. Menurut Trubus, jika kepemimpinan DKI berganti, gubernur berikutnya bisa saja merelokasi warga dari Kampung Akuarium dengan alasan lahan yang bukan diperuntukan pemukiman.

"Itu melanggar perda RDTR karena di sana jalur merah. Warga harus hati-hati karena ada kemungkinan kalau ganti gubernur, pemukiman di sana bisa digusur lagi. Warga harus bisa berpikir sampai ke sana," ujar Trubus saat dihubungi, Sabtu, 22 Agustus.

Trubus menganggap Anies tak semestinya membangun pemukiman lagi dari awal. Sebab, mantan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama, saat 2016 lalu, sudah menyediakan rumah susun di Rawa Bebek, Jakarta Timur, untuk warga Kampung Akuarium. 

"Rusun-rusun yang sudah dibagun itu sekarang banyak yang masih kosong. Jadi, menurut saya jangan di situ lagi. Dipindahkan ke tempat yang layak. Di Kampung Akuarium itu ada situs arkeologi. Jangan sampai keberadaan pemukiman merusak situs-situs itu" jelas Trubus.

Lebih lanjut, Trubus menilai penataan kawasan itu tidak lebih dari pencitraan Anies Baswedan supaya tidak terlihat catat di mata warga konstituen. Sebab, Anies telanjur berjanji membangun kawasan itu pada masa kampanye Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu.

"Pembangunan rumah di Kampung Akuarium itu pencitraan saja. Itu janji politiknya dulu. Padahal, ada pelanggaran aturan. Menurut saya, apapun dalihnya, warga jangan bangga dulu. Jangan terlalu percaya pada janji manis politik," ungkap Trubus.

Dulunya, Kampung Akuarium dikenal sebagai salah satu kawasan perkampungan kumuh di pesisir utara Jakarta. Wilayah ini digusur Basuki Tjahja Purnama alias Ahok ketika menjabat Gubernur DKI Jakarta. 

Alasannya, Ahok ingin membangun sheetpile di daerah sana, di dekat Museum Baharai dan Pasar Ikan. Selain itu, Ahok juga harus membangun tanggul untuk mencegah air laut.

Pada April 2016, Ahok mulai menggusur daerah tersebut. Namun dalam prosesnya, Pemprov DKI Jakarta menemukan benteng peninggalan Belanda. Melihat itu, Ahok jadi punya keinginan untuk merestorasi cagar budaya tersebut.

Rencana awal Ahok yang ingin menata ulang kawasan Kampung Akuarium jadi terhambat karena penemuan benteng peninggalan Belanda tadi. Proyek tersebut pun terbengkalai, meskipun sebagian warga sudah direlokasi ke rumah susun Marunda dan rumah susun Rawa Bebek.

Namun, warga kembali berdatangan setelah Anies Baswedan menjanjikan akan kembali membangun rumah permanen di Kampung Akuarium. Janji itu dikumandangkan oleh mantan menteri pendidikan saat masa kampanye Pilkada DKI Jakarta 2017.

Januari 2018, Anies memenuhi janjinya dengan membangun tiga blok shelter untuk warga Kampung Akuarium. Setelah membangun shelter, Anies melanjutkan dengan membangun hunian yang sifatnya lebih permanen dalam program penataan kampung kumuh. 

Plt Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman Sarjoko menyebut penataan kampung ini menelan biaya Rp62 miliar. Sarjoko bilang, biaya pembangunan berasal dari dana pengembang (swasta) PT Almaron Perkasa. Pembangunan kampung ini menggunakan skema konversi oleh para pemegang izin pemafaatan ruang.

"Ini adalah kewajiban pengembang, anggarannya kurang lebih sekitar Rp62 miliar. Nanti akan kita lakukan kalkulasi apakah dari kebutuhan blok (rumah susun) tersebut bisa terpenuhi dengan dana tersebut," kata Sarjoko.

Pembangunan pemukiman dengan konsep rumah susun empat tingkat ini memiliki 5 blok. Total, ada 240 unit rumah dengan tipe 27 meter persegi tiap unit dari lahan seluas 10 hektare tersebut.

"Masing-masing unit ini jumlahnya tidak sama, ada dua tipikal, dua blok 50 unit, dua blok tipikal 48 unit. Kemudian salah satu blok yang ada di ujung kurang lebih 33 unit," ujar Sarjoko.