Bagikan:

JAKARTA - Komisi B DPRD DKI memanggil jajaran Pemprov DKI untuk meminta penjelasan soal keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang merevisi kenaikan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2022 menjadi 5,1 persen.

Kepada Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertransgi) DKI, Sekretaris Komisi B DPRD DKI Pandapotan Sinaga menyayangkan sikap Anies yang tak mengikuti aturan pemerintah pusat dalam merumuskan besaran UMP.

Dalam hal ini, Kementerian Ketenagakerjaan menginstruksikan daerah untuk memformulasikan besaran kenaikan upah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021.

Pandapotan pun menduga revisi kenaikan UMP dilakukan Anies atas dasar pencitraan belaka. Padahal, hal ini melanggar aturan pemerintah pusat.

"Jangan mempermainjan aturan-aturan untuk pencitraan. Kan bisa jadi kegaduhan, Pak. Enggak elok, Pak, memanfaatkan aturan untuk pencitraan zaman sekarang," kata Pandapotan di Gedung DPRD DKI, Senin, 27 Desember.

Pandapotan juga menanggapi pernyataan Anies yang merevisi besaran UMP atas dasar ingin memberikan keadilan. Padahal, ia menganggap revisi kenaikan UMP tidak adil bagi pengusaha kecil.

"Kalau kita bicara keadilan, keadilan itu bukan hanya satu kelompok, semua kelompok. Karena gubernur itu adalah me-manage kebijakan yang dia buat, me-manage warganya, itu yang saya sayangkan,” ujar Pandapotan.

Diketahui, Anies mengubah kenaikan UMP dari awalnya 0,85 persen menjadi 5,1 persen. Pada tahun 2021, UMP DKI sebesar Rp4.416.186. Jika naik 0,85 persen atau sebesar Rp37.749, UMP 2022 menjadi Rp4.453.935. Lalu, saat Anies menaikkan 5,1 persen atau Rp225.667, maka UMP DKI tahun depan menjadi Rp4.641.854.

Penentuan revisi kenaikan UMP diambil dari kajian Bank Indonesia yang menyatakan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 mencapai 4,7 persen sampai dengan 5,5 persen dan inflasi akan terkendali pada posisi 3 persen.