Bagikan:

JAKARTA - Jajaran Pemprov DKI, khususnya Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertransgi) sudah menjawab panjang lebar mengenai cecaran DPRD DKI yang mempertanyakan alasan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merevisi kenaikan UMP 2022.

Dalam rapat di Komisi B DPRD DKI kemarin, Pemprov DKI kukuh tak akan kembali merevisi upah minimum provinsi yang direvisi dari 0,85 persen menjadi 5,1 persen tersebut.

Meskipun, Anies dan anak buahnya sadar bahwa revisi UMP tak sejalan dengan aturan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), di mana formula penetapan UMP didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 yang menghasilkan kenaikan 0,85 persen.

"Kenaikan UMP 5,1 persen tidak ada kemungkinan direvisi lagi. Pertimbangannya kan kami sudah memperhitungkan semua. Sekali lagi, kami sudah pertimbangkan hal itu semua akan hal tersebut," kata Kepala Disnakertransgi pada Senin, 27 Desember.

Karenanya, setelah memberikan penjelasan kepada DPRD DKI, Andri mengaku selanjutnya Pemprov DKI akan berhadapan dengan Kemenaker untuk memberikan alasan pihaknya menaikkan UMP 2022 sebesar 5,1 perseb.

"Sesuai dengan arahan Anggota DPRD, kami akan melakukan komunikasi kepada Kemenaker juga kepada Kemendagri, menjelaskan alasan kenapa kebijakan ini kita ambil," ucap Andri.

Andri pun juga mengetahui bahwa pemerintah pusat akan memberikan sanksi mulai dari teguran hingga pemberhentian gubernur dari jabatannya jika tak mematuhi keputusan pusat dalam penentuan kenaikan UMP. Namun, Andri masih optimis pemerintah pusat bisa mengerti jika Pemprov DKI menjelaskan alasan mereka.

"Insyaallah saya terus berbaik sangka, setelah diskusikan intens terkait kondisi satu daerah dengan daerah lainnya tidak sama. Ini insyaallah menjadi pemahaman yang sangat bagus dan dapat digunakan seluruh pihak," jawabnya.

Sebagaimana diketahui, Anies mengubah kenaikan UMP dari awalnya 0,85 persen menjadi 5,1 persen. Pada tahun 2021, UMP DKI sebesar Rp4.416.186. Jika naik 0,85 persen atau sebesar Rp37.749, UMP 2022 menjadi Rp4.453.935. Lalu, saat Anies menaikkan 5,1 persen atau Rp225.667, maka UMP DKI tahun depan menjadi Rp4.641.854.

Alih-alih mengacu pada PP 36/2021, Anies menggunakan tiga dasar hukum lain dalam penetapan revisi UMP ini. Pertama, Anies menggunakan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Republik Indonesia.

Kedua adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang diubah beberapa kali dalam Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020.

Ketiga adalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang diubah dalam Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020