Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, penentuan ada atau tidaknya presidential threshold atau ambang batas pencapresan adalah kewenangan pembentuk undang-undang atau DPR RI.

"Mahkamah Konstitusi (MK) sudah berkali-kali memutus bahwa ketentuan ada atau tidaknya threshold untuk Pilpres adalah hak pembentuk UU untuk menuangkannya dalam UU," kata Mahfud kepada wartawan, Kamis, 16 Desember.

Dia kemudian menjelaskan aturan ini berbentuk opened legal policy (OPL) di mana lembaga legislatif yang berwenang untuk mengaturnya. Hal ini, sambung Mahfud, juga diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 6 dan Pasal 6A di mana syarat menjadi presiden dan wakilnya serta cara pemilihannya diatur dengan dan di dalam undang-undang.

"Berdasarkan itu maka soal ada atau tidaknya threshold dan berapa besarnya diatur kepada pembentuk undang-undang," tegas eks Ketua MK tersebut.

Lebih lanjut, Mahfud juga angkat bicara perihal gugatan presidential threshold ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo dan sejumlah tokoh lain.

Sebagai informasi, aturan terkait ambang batas pencalonan ini memang kerap digugat di MK. Gugatan ini meminta agar ambang batas menjadi 0 persen dari 20 persen. Terbaru, gugatan disampaikan oleh Gatot Nurmantyo. Tujuannya, agar pemilih bisa mendapatkan calon terbaik dan polarisasi politik tidak lagi terjadi seperti Pilpres 2019.

Kembali ke Mahfud, menurutnya gugatan itu boleh saja dilakukan dan tidak akan sia-sia. Hanya saja, keputusan terbaik tentunya akan diambil oleh MK.

"MK sudah beberapa kali menangani itu (gugatan presidential thresold, red) yang pernah diajukan oleh Effendi Ghazali, Denny Indrayana, dan lainnya," ungkap Mahfud.

"Enggak sia-sia juga. Bahwa MK mau memutus apa ya terserah saja," pungkasnya.