Bagikan:

JAKARTA - Efektivitas vaksin COVID-19 sepertinya berkurang dalam mencegah penyakit parah dan kematian, tetapi memberikan perlindungan yang signifikan, sebut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Selasa.

Varian Omicron yang pertama kali terdeteksi di Afrika Selatan dan Hong Kong bulan lalu kini telah dilaporkan oleh 77 negara dan mungkin ada di sebagian besar dunia, tidak boleh dianggap "ringan", kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.

"Varian Omicron menyebar pada tingkat yang belum pernah kita lihat dengan varian sebelumnya," kata Tedros dalam briefing online, mengutip Reuters 15 Desember.

"Bahkan jika varian Omicron memang menyebabkan penyakit yang tidak terlalu parah, jumlah kasus yang banyak sekali lagi dapat membanjiri sistem kesehatan yang tidak siap," sambungnya.

"Bukti yang berkembang menunjukkan penurunan kecil dalam efektivitas vaksin terhadap penyakit parah dan kematian, dan penurunan dalam mencegah penyakit ringan atau infeksi," tandasnya tanpa memberikan rincian.

Vaksin COVID-19 Pfizer-BioNTech kurang efektif di Afrika Selatan dalam menjaga orang yang terinfeksi virus keluar dari rumah sakit, sejak varian Omicron muncul bulan lalu, sebuah studi dunia nyata yang diterbitkan pada hari Selasa menunjukkan.

Sementara itu, Mike Ryan, direktur kedaruratan WHO, mengatakan vaksin tidak gagal dan memberikan perlindungan yang signifikan terhadap penyakit parah dan kematian.

"Pertanyaannya adalah, seberapa besar perlindungan vaksin saat ini yang kami gunakan, yang saat ini menyelamatkan nyawa terhadap semua varian, dan sejauh mana kami kehilangan perlindungan terhadap penyakit parah dan kematian terhadap Omicron. Data mengarah ke sana menjadi perlindungan yang signifikan," paparnya.

Ryan mengatakan, puncak gelombang infeksi ini masih "beberapa minggu" lagi mengingat penyebaran varian Omicron yang sangat cepat, yang telah melampaui strain global Delta yang dominan.

Sementara itu, dosis booster vaksin dapat berperan dalam membatasi penyebaran COVID-19 selama orang yang paling membutuhkan perlindungan juga mendapatkan akses ke suntikan, ucap Tedros.

"Ini masalah prioritas. Urutannya penting. Memberikan booster kepada kelompok dengan risiko rendah penyakit parah atau kematian, hanya membahayakan nyawa mereka yang berisiko tinggi yang masih menunggu dosis utama mereka karena keterbatasan pasokan," terang Tedros.

"Di sisi lain, memberikan dosis tambahan kepada orang yang berisiko tinggi dapat menyelamatkan lebih banyak nyawa daripada memberikan dosis utama kepada mereka yang berisiko rendah," tukasnya.

Tedros mencatat, munculnya Omicron telah mendorong beberapa negara untuk meluncurkan program booster COVID-19 untuk seluruh populasi orang dewasa mereka, meskipun para peneliti tidak memiliki bukti untuk kemanjuran booster terhadap varian ini.

"WHO khawatir program seperti itu akan mengulangi penimbunan vaksin yang kita lihat tahun ini dan memperburuk ketidakadilan," pungkasnya.