Ketegangan Mereda, Presiden Biden Sebut AS Tidak Berencana Menempatkan Militernya di Ukraina
Pertemuan virtual Presiden Joe Biden dengan Presiden Putin. (Twitter/@WhiteHouse)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengatakan pada Hari Rabu, tidak berencana menempatkan pasukan Amerika di Ukraina untuk mencegah potensi invasi Rusia, seiring meredanya ketegangan antara Moskow dengan Washington usai pertemuan virtual dirinya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Presiden Putin mengatakan Moskow akan mengirim ide ke Washington dalam waktu seminggu, untuk menindaklanjuti pembicaraannya dengan Presiden Biden pada hari Selasa tentang krisis Ukraina.

Berbicara kepada wartawan di Gedung Putih, Presiden Biden mengatakan dia berharap akan ada pengumuman pada Hari Jumat tentang pertemuan tingkat tinggi dengan Rusia dan sekutu utama NATO, untuk membahas keprihatinan Moskow terhadap NATO secara tertulis dan kemungkinan menurunkan suhu sepanjang front timur."

Amerika Serikat telah menyuarakan kegelisahan yang semakin besar tentang penumpukan militer Rusia di dekat Ukraina, bekas wilayah Uni Soviet yang telah condong ke Barat sejak 2014. Moskow menyangkal bertujuan untuk menyerang Ukraina dan malah memperingatkan ekspansi NATO yang merayap ke arah timur.

Presiden Biden mengatakan, Amerika Serikat memiliki kewajiban moral dan hukum untuk membela sekutu NATO jika mereka diserang, tetapi kewajiban itu tidak mencakup Ukraina.

"Itu tidak ada di atas meja," ujar Presiden Biden ketika ditanya apakah pasukan AS akan digunakan untuk menghentikan invasi Rusia ke Ukraina, mengutip Reuters 8 Desember.

"Itu akan tergantung pada apa yang ingin dilakukan oleh negara-negara NATO lainnya. Tetapi, gagasan Amerika Serikat akan menggunakan kekuatan secara sepihak untuk menghadapi Rusia yang menginvasi Ukraina, tidak dalam kartu sekarang," jelasnya.

pertemuan virtual biden putin
Presiden Putin dalam pertemuan virtual dengan Presiden Biden. (Sumber: Kremlin.ru)

Lebih jauh diterangkannya, dalam pembicaraan dengan Presiden Putih disampaikan juga terkait konsekuensi ekonomi seperti sebelumnya, jika Rusia menginvasi Ukraina, dan dia yakin Presiden Putin mendapatkan pesannya.

Presiden Biden memperingatkan Presiden Putin pada Hari Selasa, Barat akan memberlakukan sanksi 'ekonomi yang kuat dan tindakan lainnya' terhadap Moskow jika menyerbu, sementara Presiden Putin menuntut jaminan NATO tidak akan memperluas ke timur.

Tidak ada pihak yang berbicara tentang terobosan setelah panggilan video dua jam tersebut, tetapi setuju untuk melanjutkan pembicaraan tentang apa yang disebut Kremlin sebagai 'situasi konfrontatif yang kompleks ini.'

"Kami sepakat akan melanjutkan diskusi ini dan kami akan melakukannya secara substantif. Kami akan bertukar ide kami dalam waktu dekat. Rusia akan menyusun ide-idenya secara harfiah dalam beberapa hari mendatang, dalam waktu seminggu kami akan memberikan ini kepada pihak AS untuk dipertimbangkan," terang Presiden Putin kepada wartawan.

Dalam komentar publik pertamanya sejak percakapan itu, Presiden Putin mengatakan hal 'provokatif' untuk mengajukan pertanyaan apakah Rusia berencana untuk menyerang Ukraina, dan sekali lagi menuduh Kyiv dan NATO mengancam keamanan Rusia.

"Kami tidak boleh tidak khawatir tentang prospek kemungkinan masuknya Ukraina ke NATO, karena ini pasti akan diikuti oleh pengerahan kontingen militer, pangkalan, dan senjata yang mengancam kami di sana," katanya.

Akan menjadi 'kelambanan kriminal' di pihak Rusia untuk tidak menanggapi, katanya. "Kami bekerja dengan asumsi bahwa kekhawatiran kami, setidaknya kali ini, akan didengar."

Sementara itu, Rusia, Ukraina dan NATO semuanya meningkatkan latihan militer karena ketegangan meningkat dalam sebulan terakhir.

Pesawat militer Rusia dikerahkan pada Rabu untuk mengawal jet tempur Rafale dan Mirage Prancis yang terbang di atas Laut Hitam, sebut kantor berita RIA mengutip Kementerian Pertahanan Rusia.

Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan telah menyerahkan nota protes kepada Kedutaan Besar AS, atas penerbangan "berbahaya" pesawat militer AS dan NATO di dekat perbatasan Rusia.