Kremlin Sebut Presiden Setuju Pembicaraan Amerika Serikat dengan Rusia Tentang Ukraina Dilanjutkan
(Ki-ka) Menlu Rusia Sergey Lavrov, Presiden Rusia Vladimir Putin, Ajudan Kremlin Yuri Ushakov. (Wikimedia Commons/Kremlin.ru/The Presidential Press and Information Office)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Vladimir Putin dan Joe Biden menyatakan posisi mereka yang berseberangan mengenai Ukraina dalam panggilan video pada Hari Selasa, kendati keduanya juga sepakat Rusia dan Amerika Serikat harus terus berbicara, kata Kremlin.

"Sulit untuk mengharapkan terobosan mendadak, tetapi presiden menunjukkan kesediaan mereka untuk melanjutkan kerja praktis dan mulai membahas masalah sensitif yang menjadi perhatian serius Moskow," jelas ajudan Kremlin Yuri Ushakov setelah pembicaraan dua jam kedua pemimpin negara, mengutip Reuters 8 Desember.

Di luar kesepakatan untuk mengadakan diskusi lebih lanjut, tidak ada tanda-tanda penyempitan posisi dalam pembacaan percakapan Moskow, yang menyusul ketegangan selama berminggu-minggu atas pengerahan pasukan Rusia di perbatasan dengan Ukraina.

Sebuah pernyataan Kremlin mengatakan, Presiden Putin mengulangi tuduhan Moskow di mana Ukraina berperilaku provokatif dan mengambil "garis destruktif", yang bertujuan untuk membongkar perjanjian dari 2014 dan 2015 yang dirancang untuk mengakhiri perang dengan separatis yang didukung Rusia.

Sementara, Presiden Biden menjelaskan kemungkinan sanksi Barat terhadap Rusia jika situasinya meningkat, menuduh Moskow melakukan tindakan yang mengancam. Presiden Putin menjawab, "sebenarnya NATO yang melakukan upaya berbahaya untuk menaklukkan wilayah Ukraina dan membangun potensi militernya di perbatasan kita."

"Oleh karena itu, Rusia sangat tertarik untuk mendapatkan jaminan yang andal dan tetap secara hukum yang mengesampingkan ekspansi NATO ke arah timur dan penyebaran sistem senjata serang ofensif di negara-negara yang berdekatan dengan Rusia," tandas Kremlin.

Dikatakan kedua pemimpin sepakat untuk menginstruksikan perwakilan mereka untuk terlibat dalam "konsultasi substantif tentang masalah sensitif ini".

Pihak berwenang Rusia mengatakan, hubungan NATO yang berkembang dengan Ukraina dan kemungkinan aliansi tersebut mengerahkan rudal yang ditargetkan ke Rusia di sana, merupakan "garis merah" yang tidak akan diizinkan untuk dilintasi.

Selain itu, Presiden Putin juga mengatakan kepada rekannya dari AS bahwa dia menginginkan jaminan bahwa sistem serangan ofensif tidak akan dikerahkan di negara-negara yang dekat dengan Rusia, kata Kremlin.

Pembicaraan itu diadakan saat Barat menyuarakan keprihatinan bahwa Rusia akan menginvasi Ukraina dan memperingatkan "tindakan ekonomi dan lainnya yang kuat" sebagai hukuman jika Moskow memulai konflik militer.

Kremlin, yang mengatakan sebelum pertemuan Selasa mereka tidak mengharapkan terobosan, telah membantah menyembunyikan niat untuk menyerang Ukraina dan mengatakan bahwa postur pasukannya defensif.

"Dua jam menunjukkan kepada saya, mereka memiliki percakapan substantif. Tetapi mereka masih jauh dari menyetujui apa pun. Tapi karena ini bukan masalah yang mudah, itu bukan pertanda buruk, selama semua orang terus berbicara," terang Olga Oliker, direktur program untuk Eropa dan Asia Tengah di International Crisis Group.

Kremlin mengatakan hubungan bilateral dengan Washington berada dalam "kondisi yang tidak memuaskan". Dikatakan, Presiden Putin mengusulkan penghapusan batasan pada fungsi kedutaan masing-masing menyusul pertikaian di mana masing-masing negara telah mengurangi jumlah diplomat yang dapat ditempatkan oleh negara lain.

Baik Presiden Putin maupun Presiden Biden menggarisbawahi perlunya usaha untuk menormalkan hubungan, terus bekerja sama dalam isu-isu yang menjadi kepentingan bersama seperti keamanan dunia maya, kata Ushakov.

Dia menambahkan, mereka belum membahas proposal untuk bertemu langsung di wilayah netral meskipun sebelumnya telah memperbincangkan gagasan tersebut.