Israel Rampungkan Pembangunan Pagar Pembatas Canggih di Jalur Gaza Senilai Rp16,1 Trilun, Begini Rinciannya
Pagar pembatas Israel di Jalur Gaza (Sumber: MINISTRY OF DEFENSE SPOKESPERSON'S OFFICE)

Bagikan:

JAKARTA - Israel merampungkan pembangunan pagar pembatas canggih sepanjang 65 kilometer, memisahkan mereka dengan Jalur Gaza, setelah pengerjaan selama tiga tahun dan beberapa kali mengalmi konflik kekerasan selama pengerjaannya.

Setelah Hamas menggunakan jaringan terowongan ofensifnya secara ekstensif selama Operation Protective Edge pada tahun 2014, militer mengusulkan pembangunan penghalang untuk menghilangkan ancaman terowongan serangan lintas batas. Menghentikan teroris dari Gaza yang berniat melakukan serangan dengan menyusup ke Israel selatan.

"Pagar penghalang ini menghilangkan Hamas dari salah satu kemampuan mereka, dan menempatkan dinding besi, sensor dan beton di antara itu dan penduduk Selatan. Kehidupan rutin di sini adalah kemenangan kita, dan itu adalah musuh terbesar organisasi teror," ujar Menteri Pertahanan Benny Gantz mengutip The Jerusalem Post 8 Desember.

Gantz mengatakan, militer akan terus menetralisir segala ancaman yang membahayakan warga sipil Israel, dengan penekanan pada roket.

"Kami akan mencegah transfer pengetahuan dan teknologi Iran ke Gaza, dan kami akan terus menggagalkan setiap upaya Hamas untuk mengoperasikan cabangnya di Yudea dan Samaria atau di Israel, upaya yang gagal berkali-kali," terangnya.

Konstruksi pagar pembatas dimulai pada penghalang Israel yang ditingkatkan dengan Jalur Gaza pada tahun 2017. Berlangsung selama tiga setengah tahun, termasuk selama protes March of Return dan berbagai putaran perang yang terjadi antara IDF dan kelompok teroris di daerah kantong pantai, pembangunan ini menelan biaya sekitar NIS 3,5 miliar atau setara Rp16.162.145.387.500

"Tidak ada tempat di dunia yang telah membangun penghalang bawah tanah. Itu adalah proyek yang sangat kompleks, baik secara operasional maupun teknis. Pekerjaan itu tidak mudah. Kami melewati 15 ronde pertempuran, kami tertembak, dan kami tidak berhenti bekerja sejenak," terang Direktur Administrasi Pagar Brigjen Eran Ofir.

"Itu adalah proyek yang sangat kompleks, baik secara operasional maupun teknis. Pekerjaan itu tidak mudah. Kami melewati 15 ronde pertempuran, kami tertembak, dan kami tidak berhenti bekerja sejenak. Hari ini saya dapat memberi tahu penduduk amplop Jalur Gaza bahwa ada penghalang, baik di bawah tanah maupun di permukaan, dengan teknologi canggih yang akan mencegah infiltrasi ke Israel dengan cara terbaik," paparnya.

Menurut Kementerian Pertahanan, lebih dari 1.200 orang dari seluruh dunia mengerjakan proyek di puluhan titik di sepanjang perbatasan. Selama kurun waktu itu, enam pabrik beton juga didirikan di sana, dengan 330.000 truk menuangkan tiga juta meter kubik beton untuk proyek tersebut.

"Cukup untuk membuka jalan dari Israel ke Bulgaria. 140.000 ton besi dan baja lainnya digunakan dalam pembangunan penghalang, setara dengan panjang dinding baja dari Israel ke Australia," ungkap Ofir.

Pagar termasuk penghalang bawah tanah yang membentang di sepanjang perbatasan dengan Gaza, bersama dengan tembok perbatasan laut. Ini memiliki sistem sensor canggih dan perangkat pemantauan untuk mendeteksi terowongan, dan dikombinasikan dengan pagar di atas tanah setinggi enam meter (sekitar 20 kaki) yang mirip dengan pagar yang membentang di sepanjang perbatasan Israel-Mesir.

Menurut Ofir, selalu ada upaya untuk membangun terowongan, dengan selama pembangunannya, puluhan terowongan lintas batas diidentifikasi dan dihancurkan. Diterangkannya, penghalang itu tidak memungkinkan pembangunan terowongan tambahan untuk menyusup ke Israel, dengan pemantauan terus dilakukan untuk memastikan tidak ada pihak lain yang bisa menyusup.

pagar pembatas israel
Pagar pembatas Israel di Jalur Gaza. (Sumber: IDF SPOKESPERSON'S UNIT)

Seiring dengan terowongan serangan lintas batas milik Hamas atau Jihad Islam Palestina, upaya infiltrasi biasa terjadi di sepanjang perbatasan. Banyak warga Gaza ingin ditangkap oleh pasukan IDF daripada tetap berada di Jalur Gaza, yang berada di ambang bencana kemanusiaan, dengan krisis ekonomi, sosial dan infrastruktur yang serius semakin memburuk.

Sementara beberapa calon penyusup bersenjata, banyak yang dikembalikan ke Jalur Gaza setelah diinterogasi, karena militer memahami mereka tidak berusaha menyerang pasukan atau warga sipil.

Keheningan yang relatif di Selatan Israel telah dihancurkan beberapa kali oleh perang, menyebabkan penduduk mengganggu kehidupan sehari-hari mereka dan tetap dekat dengan tempat perlindungan bom karena mereka memiliki waktu sekitar 15 detik untuk menemukan tempat berlindung dari tembakan roket dan mortir. Perang terakhir pada Bulan Mei melihat lebih dari 4.300 roket dan mortir ditembakkan ke Israel yang menewaskan 11 warga sipil.

Militer mengatakan bahwa sebagian karena teknologi di pagar, IDF mampu menggagalkan banyak serangan mendadak yang direncanakan oleh Hamas dan Jihad Islam Palestina, termasuk serangan lintas batas menggunakan terowongan.

Terpisah, Kepala Staf IDF Letjen Aviv Kohavi menyebut penghalang itu sebagai tembok besi dan bagian sentral dari pertahanan Israel.

“Ini mewakili pemikiran kreatif, mengungkapkan jenis pemikiran yang kami komitmenkan di IDF. Sebuah perubahan dalam kenyataan bahwa apa yang sebelumnya tidak akan ada lagi. Sekarang sepi, tetapi melihat beberapa bulan terakhir menunjukkan pelanggaran paling ringan pun telah ditangani dengan penuh semangat dan akan terjadi di masa depan, dan terus-menerus, dan pada tahun lalu, terutama terhadap Iran," paparnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Kementerian Pertahanan Mayjen (Res) Amir Eshel menyebut penghalang itu salah satu proyek rekayasa paling kompleks yang pernah dibangun.

"Ini merupakan bukti lebih lanjut bahwa tidak ada tugas yang tidak dapat dilakukan oleh lembaga pertahanan. Penghalang itu telah mengubah realitas di Selatan, dan akan mengarah pada ledakan ekonomi dan sosial yang berkelanjutan di komunitas-komunitas di sekitar Gaza," sebutnya.

Untuk diketahui, sekitar 70.000 warga Israel tinggal di lebih dari 50 komunitas di daerah perbatasan Gaza. Ada peningkatan yang nyata dari orang-orang yang pindah ke daerah tersebut selama bertahun-tahun setelah Operasi Protective Edge.