Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI memaparkan peran yang diambil oleh pemerintah dalam menyikapi atau menyelesaikan berbagai kasus dugaan pelanggaran HAM berat di masa lalu.

"Kalau di pemerintah, bagiannya sesuai amanat Pasal 28i ayat (4)," kata Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia Kemenkumham Mualimin Abdi pada peringatan Hari HAM sedunia yang Ke-73 di Jakarta, Senin, 6 Desember.

Sesuai amanat yang telah diatur dalam undang-undang, pemerintah wajib melakukan sejumlah kegiatan yang kongkret menyikapi dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu.

Kegiatan-kegiatan tersebut merujuk kepada tanggung jawab pemerintah kepada para korban atau orang yang terdampak dari peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu.

Kegiatan yang dilakukan pemerintah cukup beragam di antaranya melahirkan atau membuat Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (Ranham).

Oleh karena itu, lanjut Mualimin, khusus peristiwa pelanggaran HAM berat pemerintah tidak ikut campur dalam hal mekanisme penegakan hukum.

Khusus untuk penegakan hukum maka Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bertindak sebagai penyelidik dan Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai penyidik.

Akan tetapi, lanjut dia, bukan berarti pemerintah lepas tangan atau membiarkan begitu saja terkait sejumlah pelanggaran HAM berat masa lalu. Salah satunya penyusunan Ranham yang telah dimulai sejak 1998.

Di satu sisi, ia mengakui isi dari Ranham generasi pertama, kedua dan ketiga lebih kepada penguatan institusi yang menyelenggarakan terkait penegakan HAM.

"Dengan kata lain belum kongkret seperti yang dibutuhkan oleh masyarakat," kata dia dilansir Antara.

Namun, pada Ranham generasi keempat dan kelima yang disusun oleh pemerintah mulai memiliki kejelasan dengan menetapkan kelompok sasaran yaitu kelompok rentan.

"Kelompok rentan tersebut yakni perempuan, anak-anak, disabilitas dan hak-hak masyarakat adat," ujar dia.