Bagikan:

JAKARTA - Antibodi, yang dikembangkan setelah infeksi dengan varian Delta virus corona, mungkin tidak melindungi dari varian Omicron baru dan sebaliknya, sebut Direktur Jenderal Pusat Studi Genetika Molekuler DNKOM Andrei Isayev.

"Sejumlah besar mutasi berarti bahwa virion dari galur ini secara struktural berbeda dari virion galur lain, mereka memiliki protein lonjakan yang berbeda. Itulah sebabnya, antibodi yang dikembangkan oleh mereka yang sebelumnya menderita galur lain atau telah divaksinasi tidak dapat menahan varian Omicron," terang Isayev kepada TASS seperti dikutip 6 Desember.

"Itu berarti, tidak akan ada kekebalan silang antara Omicron dan strain lainnya. Oleh karena itu, antibodi yang dikembangkan setelah infeksi dengan Omicron tidak akan melindungi terhadap delta, demikian sebaliknya. Jadi, COVID-19 dapat dibagi menjadi dua populasi: COVID-D dan COVID-O, seperti yang ditulis oleh seorang ahli biologi evolusioner dengan benar," sambungnya.

Isaev juga mencatat, karena banyaknya mutasi yang terjadi pada varian Omicron, sulit untuk memprediksi bagaimana perilakunya di masa depan.

"Fenomena ini benar-benar baru," tandas pakar kesehatan tersebut

Untuk diketahui, pada 26 November, varian baru virus corona diidentifikasi di Afrika Selatan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan varian yang semula dinamana B.1.1.529 sebagai "Varian Kepedulian" dan memberinya huruf Yunani Omicron.

Dalam pernyataannya, WHO mencatat "varian ini memiliki sejumlah besar mutasi, beberapa di antaranya mengkhawatirkan." Selain itu, beberapa perubahan sekaligus dalam protein lonjakan berpotensi menghambat netralisasi patogen oleh antibodi yang dapat berdampak pada efektivitas vaksin.