JAKARTA - Permintaan pimpinan MPR RI untuk mencopot Menteri Keuangan Sri Mulyani dari jabatannya menjadi sorotan publik. Sebab, alasannya hanya dikarenakan Sri Mulyani tidak memenuhi undangan hingga dua kali. Serta, sempat disebut karena anggaran MPR kerap dipangkas.
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Andriadi Achmad menilai, permintaan pimpinan MPR sungguh tidak etis dan diluar kewenangan.
"Tidak etislah pimpinan MPR secara terbuka di depan publik meminta presiden untuk memecat salah satu menterinya di kabinet Indonesia kerja jilid II yaitu menteri Keuangan Sri Mulyani," ujar Andriadi kepada VOI, Jumat, 3 Desember.
"Persoalannya apa dan substansinya apa rekomendasi tersebut disampaikan. Harus jelaslah apa yang direkomendasikan, apalagi MPR sebagai salah satu lembaga tinggi negara," sambungnya.
Menurut Andriadi, jika persoalannya dikarenakan Sri Mulyani tidak hadir dan diwakilkan oleh wakil menteri dalam rapat anggaran di MPR RI, kemudian direkomendasi untuk dipecat maka sungguh tidak substansial tindakan pimpinan MPR tersebut.
"Cobalah berpikir lebih dewasa untuk kepentingan bangsa dan negara. Jangan hanya persoalan kecil, lalu baper dan seolah tidak dihargai. Kontraproduktif sekali rekomendasi tersebut," katanya.
Direktur Eksekutif Nusantara Institute PolCom SRC itu lalu menjelaskan, berdasarkan Buku Himpunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian dan Lembaga untuk 2021, anggaran MPR awalnya dialokasikan sebesar Rp750,9 miliar. Jumlah tersebut naik dibandingkan pada 2020 yakni Rp576,1 miliar.
Namun, jumlah tersebut pada akhirnya dipotong untuk realokasi anggaran kepada lembaga lain demi berbagai beban akibat pandemi COVID-19. Dengan pemotongan itu, alokasi anggaran untuk MPR menjadi Rp695,7 miliar pada 2022.
"Ke depan kita berharap para pemimpin - pemimpin bangsa kita jangan saling egois satu sama lain. Perlu keprihatinan dan keteladanan serta berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara. Sebagaimana kita ketahui saat ini bangsa kita sedang tidak baik-baik saja, banyak persoalan-persoalan besar perlu diselesaikan," tegas Andriadi.
BACA JUGA:
Soal pencopotan atau pemecatan menteri, Andriadi mengingatkan bahwa sepenuhnya itu adalah Presiden Joko Widodo.
"Hak prerogatif presiden lah untuk memberhentikan dan mengangkat menterinya, tentu dengan pertimbangan kinerja," tandasnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati sudah buka suara soal keluhan Pimpinan MPR RI mengenai ketidakhadiran dirinya dalam undangan rapat yang membahas anggaran MPR.
Melalui unggahan di akun instagram @smindrawati, Menkeu Sri Mulyani mengakui ada undangan dua kali, yakni pertama pada 27 Juli 2021 bersamaan dengan rapat internal presiden yang harus dihadiri sehingga kehadiran di MPR diwakilkan Wamen.
Kedua, pada 28 September 2021 bersamaan dengan rapat Banggar DPR membahas APBN 2022 dimana kehadiran Menkeu wajib dan sangat penting. Sehingga, rapat dengan MPR diputuskan ditunda.
"Mengenai anggaran MPR. Seperti diketahui tahun 2021 Indonesia menghadapi lonjakan COVID-19 akibat varian Delta. Seluruh anggaran KL harus dilakukan refocusing 4 kali, tujuannya adalah untuk membantu penanganan COVID-19," ujar Sri Mulyani dalam pernyataan yang dikutip, Rabu, 1 Desember.
Sri Mulyani menerangkan, perbantuan COVID-19 dengan klaim pasien yang melonjak sangat tinggi, akselerasi vaksinasi, dan pelaksanaan PPKM di berbagai daerah.
Anggaran, kata Sri Mulyani, juga difokuskan membantu rakyat miskin dengan meningkatkan bansos, membantu subsidi upah para pekerja dan membantu UMKM akibat tidak dapat bekerja dengan penerapan PPKM Level 4.