Resesi Singapura Makin Parah, Ini Sederet Dampaknya kepada Indonesia
Ilustrasi (Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Kondisi perekonomian Singapura semakin parah akibat pandemi COVID-19. Perekonomian Singapura mengalami kontraksi sebesar 42,9 persen secara quarter to quarter (qtq), pada kuartal kedua tahun 2020.

Adapun secara tahunan, perekonomian Singapura merosot minus 13,2 persen. Angka tersebut lebih buruk jika dibandingkan dengan proyeksi pemerintah, yakni minus 12,6 persen (year on year/yoy).

Lalu apa dampaknya terhadap Indonesia? Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad mengatakan resesi yang dialami Singapura memiliki dampak terhadap Indonesia. Meskipun dampak tersebut tidak terlalu besar. Salah satu yang terdampak adalah, sektor perdangangan dalam negeri.

"Dari sisi perdagangan ini kan posisi Singapura terhadap kita kan salah satu kontributor negara tujuan impor maupun ekspor kita. Kalau tidak salah dia masuk lima besar baik ekspor maupun impor. Singapura resesi maka permintaan dalam negerinya menurun. Ekspor produk-produk kita otomatis trennya berkurang," katanya, saat dihubungi VOI, Rabu, 12 Agustus.

Apalagi, kata Tauhid, secara global ekspor dan impor Indonesia juga melemah katakanlah 11 persen atau 12 persen dalam kurun waktu Januari hingga Mei.

Kedua, kata Tauhid, dari sisi investasi. Singapura adalah salah satu investor terbesar di Indonesia. Ia mengatakan, meskipun kondisinya masih relatif baik tapi diperkirakan akan ada potensi penurunan. Hal ini karena dalam situasi krisis seperti ini, investor Singapura pasti mencoba membangun negaranya terlebih dahulu.

"Ketiga dari sisi keuangan, bahkan Singapura pusat keuangannya di Asia Tenggara, jadi kalau Singapura tertekan, ekonomi turun, pasar keuangan turun otomatis paling tidak capital inflow ke kita juga agak sedikit terganggu," jelasnya.

Terakhir, dari sisi kunjungan wisatawan. Berdasarkan data BPS kunjungan wistawan ke Indonesia turun hingga 80 persen. Singapura sebagai salah satu wisatawan terbesar di Indonesia terutama di daerah Kepulauan Riau dan Batam, tentu juga akan tergantung.

"Sebagian industrinya dimiliki orang Singapura. Saya kira itu pengaruh yang ke Indonesia kalau Singapura resesi," jelasnya.

Menurut Tauhid, dampak yang lebih besar akan dirasakan Indonesia jika negara-negara mitra dagangnya banyak juga yang mengalami resesi seperti yang dialami Singapura.

"Saya kira akan banyak pengaruh kalau negara-negara lain selain Singapura yang mengalami resesi. Mitra dagangnya seperti Amerika, Jepang, Korea Selatan, Malaysia juga saya kira punya pengaruh ke kita. Jadi negara-negara mitra dagang kecuali China, itu patut menjadi perhatian (pemerintah)," jelasnya.

Tauhid mengatakan, hantaman atau perkembangan di kuartal kedua, membuat ekonomi Indonesia minus 5,32 persen. Ia menilai, butuh energi besar agar di kuartal III dan IV bisa tumbuh positif.

"Kami masih berkeyakinan kuartal III akan tumbuh negatif. Resesinya sulit dihindari. Mungkin agar tidak terlalu dalam meskipun akan negatif, memang pemerintah harus mempercepat realisasi program yang sudah ada. Terutama PEN, untuk bansos," katanya.

Selain itu, kata Tauhid, pengendalian pandemi COVID-19 juga berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Indonesia di kurtal III dan IV. Jika pemerintah gagal menangani COVID-19, pemulihan ekonomi akan semakin berat.