Mahfud MD: Kalau Orang Kritis Tak Boleh Diberi Bintang Jasa Berarti Pemerintah Lakukan Politisasi
Menko Polhukam Mahfud MD (Wardhany Tsa Tsia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan pemberian tanda jasa berupa Bintang Mahaputra Nararya dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Fadli Zon dan Fahri Hamzah telah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kata dia, pemberian ini dilakukan karena keduanya pernah menjadi ketua atau wakil ketua lembaga negara.

Diketahui, duo Fadli dan Fahri pernah menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019. Keduanya kerap mengkritisi segala kebijakan yang dibuat oleh Presiden Jokowi dan jajarannya.

"Mantan ketua atau wakil ketua lembaga negara, mantan menteri, dan yang setingkat mendapat bintang jasa seperti itu jika selesai tugas dalam satu periode jabatan," kata Mahfud seperti dikutip dari akun Twitternya @mohmahfudmd, Rabu, 12 Agustus.

Dia mengatakan, dulunya ada sejumlah pejabat yang juga mendapatkan penghargaan yang sama sebelum mereka terjerat kasus korupsi. Mereka adalah Irman Gusman, Surya Dharma Ali, dan Jero Wacik. 

Lebih lanjut, eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengatakan adalah sebuah kesalahan jika pemerintah justru menolak memberikan penghargaan terhadap duo Fadli dan Fahri yang dikenal hobi mengkritisi pemerintah. "Jika bintang jasa tidak diberikan terhadap orang kritis berarti pemerintah mempolitisasi hak orang secara unfair," tegasnya.

Bahkan (sblm ada masalah hukum) mantan pejabat spt Irman Gusman, Surya Darma Ali, Jero Wacik, dll sdh dianugerahi bintang tsb. Pemerintah tdk blh tdk memberikan tanpa alsn hukum. Jika bintang jasa tdk diberikan thd orng kritis berarti pemerintah mempolitisasi hak orng scr unfair.

— Mahfud MD (@mohmahfudmd) August 10, 2020

Lagipula, Mahfud menilai, yang akan mendapat bintang jasa saat peringatan Hari Kemerdekaan ke-75 RI ini bukan hanya Fadli Zon dan Fahri Hamzah. Kata dia, ada sejumlah nama yang akan diberikan penghargaan seperti eks Ketua Mahkamah Agung periode 2012-2017 dan eks Kepala BNPT Suhardi Alius.

"Ada juga bintang jasa kepada 22 tenaga medis yang gugur karena menangani COVID-19. Ada Bintang Pelopor, Penegak Demokrasi, dan lain-lain. Bulan November bisa ada gelar pahlawan. Semua ada UU-nya," ujarnya.

Sebelumnya, Sekretaris Dewan Gelar Tanda Jasa Kehormatan, Sesmil Suharyanto menjelaskan alasan Fadli Zon dan Fahri Hamzah mendapatkan Bintang Mahaputra Nararya dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat Hari Kemerdekaan RI ke-75.

Bintang kehormatan tersebut, kata Suharyanto diberikan karena posisi keduanya sebagai anggota legislatif yang mewakili masyarakat. Selain Fadli dan Fachri, nantinya ada 55 orang lainnya yang akan menerima penghargaan dari Presiden Jokowi. 

"Adapun pertimbangannya khusus pejabat negara tersebut salah satunya karena masa baktinya selama menjabat penuh sesuai periodenya dan ada capaian prestasi yang dinilai layak untuk diberikan penghargaan dari negara," kata Suharyanto dikutip dari keterangan tertulisnya, Selasa, 11 Agustus.

Lebih lanjut, Suharyanto menjelaskan tata cara pengusulan pemberian tanda jasa tersebut. Dia mengatakan pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan harus berpegang pada UU Nomor 20 Tahun 2009 dan PP Nomor 35 Tahun 2010.

Adapun dalam aturan itu dijelaskan ada sejumlah syarat bagi penerima gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan yaitu WNI atau seseorang yang berjuang di wilayah yang sekarang menjadi wilayah NKRI; memiliki integritas moral dan keteladanan; berjasa terhadap bangsa dan negara; dan berkelakuan baik.

Selain itu penerima harus setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara; dan tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam pidana penjara paling singkat 5 tahun.