Uang Rp18,9 Miliar Antarkan Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid ke Rutan KPK
Ketua KPK Firli Bahuri (Foto: Humas KPK)

Bagikan:

JAKARTA - Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid kini harus merasakan dinginnya Rutan KPK Cabang Gedung Merah Putih setelah ditetapkan sebagai tersangka. Ia diduga menerima uang sebesar Rp18,9 miliar terkait pengadaan barang dan jasa.

Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan penetapan ini dilakukan setelah operasi tangkap tangan (OTT) dilakukan dan menjerat tiga orang pada 15 September lalu. Ketiga orang tersebut adalah Plt Kadis PU Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Maliki; Direktur CV Hanamas, Marhaini; dan Direktur CV Kalpataru, Fachriadi.

"Dengan ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, KPK selanjutnya meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka AW (Abdul Wahid), Bupati Hulu Sungai Utara periode 2017 sampai dengan 2022," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers, Kamis, 18 November.

Dalam kasus ini, Abdul jadi tersangka karena menerima uang dari Plt Kepala Dinas PUPRP Maliki. Uang tersebut diserahkan sesuai permintaannya karena menunjuk Maliki.

Selain itu, Abdul juga menerima pemberian komitmen fee sebesar 10 persen dari proyek pekerjaan Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara tahun 2021 dengan jumlah Rp500 juta.

Berikutnya, ia juga diduga menerima uang sejumlah Rp4,6 miliar pada 2019; Rp12 miliar pada 2020; dan Rp1,8 miliar pada 2021. Uang tersebut diberikan sebagai komitmen fee dari proyek lain yang telah dikerjakan oleh pihak swasta.

"Selama proses penyidikan berlangsung, tim penyidik mengamankan sejumlah uang dalam bentuk tunai dengan pecahan mata uang rupiah dan juga mata uang asing yang hingga saat ini masih terus dilakukan penghitungan jumlahnya," ungkap Firli.

Dengan ditahannya Abdul Wahid, KPK berharap tak ada lagi kepala daerah yang mengikari amanat rakyat untuk mendapatkan keuntungan bagi pribadi dan golongannya dengan melakukan praktik korupsi. Apalagi, mereka dibayar dengan uang rakyat.

Firli juga mengatakan korupsi dapat membuat proyek pembangunan menurun kualitasnya. "Sehingga masyarakat sebagai penerima menjadi pihak yang paling dirugikan," tegasn eks Deputi Penindakan KPK itu.

"KPK terus mengingatkan kepada seluruh kepala daerah agar menjalankan amanah dan tanggung jawab yang diberikan dengan sebaik mungkin dan bekerja dengan penuh integritas menjauhi praktik-praktik korupsi demi kemajuan dan kemakmuran masyarakat," pungkasnya.