Tak Bisa Asal Klaim Obat COVID-19 dengan Dalih Tujuan Baik
Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 Kementerian Riset dan Teknologi Ali Ghufron (Foto: Diah Ayu Wardani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) Ali Ghufron menyebut, tak ada pihak yang bisa mengklaim memiliki obat COVID-19 dan berdalih hanya untuk bertujuan baik membantu penyembuhan secara gratis.

Hal itu disampaikan Ali terkait pengakuan Hadi Pranoto yang belakangan ini ramai diperbincangkan. Nama Hadi ramai diperbincangkan setelah mengklaim memproduksi ribuan obat herbal COVID-19 dan dibagikan secara gratis ke masyarakat.

"Kalau ada yang mengklaim bagikan obat secara gratis, yang jadi pertanyaan adalah keamanan dan efektifitasnya. Apakah itu benar menyembuhkan atau hanya kebetulan? Memang hanya orang yang meminum obat itu yang bisa sembuh? Covid itu, kalau antibodi bagus, maka virusnya mati tanpa minum obat apa-apa," kata Ali dalam diskusi di Graha BNPB, Jakarta Timur, Kamis, 6 Agustus.

Kata Ali, pemerintah sebenarnya terbuka jika ada pihak yang ingin berinovasi membuat obat herbal untuk menyembuhkan COVID-19. Namun, kata dia, harus ada tahapan yang perlu dilakukan sebelum mendapati izin pengedaran obat tersebut.

Pertama, yang bersangkutan mesti membuat proposal mengenai obat beserta bahan-bahan pembuatannya kepada Kemenristek. Lalu, proposal tersebut akan diteliti oleh komite etik sebagai uji kelayakan.

"Untuk penemuan sebuah obat prosesnya panjang. Sebab, ada dua kemungkinan yang akan didapat, yakni medika dan mentosa. Itu bisa obat. Tapi kalau dosisnya salah, bisa jadi racun," tutur dia.

Setelah lulus dari perizinan, maka obat tersebut mesti didaftarkan kepada BPOM. Dari perizinan tersebut, ada klasifikasi obat yang mesti diisi, apakah itu sebagai jamu, obat herbal terstandar, atau fitofarmaka.

Selain itu, suatu penemuan obat juga mesti memiliki rekomendasi dari instansi yang berwenang, seperti Kementerian Kesehatan, Kemenristek, Badan POM, ataupun perguruan tinggi.

"Jadi, bertujuan baik niat baik saja tidak cukup karena kalau salah bisa jadi malapetaka. Kalau orang ada yang mengatakan obat ini tidak berbahaya karena hanya sekadar jamu. Padahal, Belum tentu benar. Sebab, seluruh yang dimasukan ke tubuh pasti ada reaksinya," jelas dia.