JAKARTA - Empat pejuang Taliban dengan senjata berjaga di sebuah masjid Syiah di Kabul, saat jemaah tengah menunaikan Salat Jumat. Sementara, seorang penjaga dari Syiah juga dengan senjata ikut berjaga bersama mereka.
Ini gambaran baru yang tidak lazim, seiring dengan pengambilalihan Afgahnistan oleh Taliban Agustus lalu. Selama beberapa dekade menargetkan Syiah Afghanistan di Hazara, Taliban kini menjadi satu-satunya sandaran perlindungan terhadap ISIS.
Sohrab, penjaga Hazara di Masjid Abul Fazl al-Abbas, mengatakan kepada The Associated Press, dia baik-baik saja dengan para penjaga Taliban. "Mereka bahkan kadang-kadang shalat di masjid," katanya, hanya menyebutkan nama depannya untuk alasan keamanan, seperti dikutip 17 November.
Tapi, tidak semua orang merasa begitu nyaman. Syed Aqil, seorang Hazara yang mengunjungi masjid bersama istri dan putrinya yang berusia 8 bulan, merasa terganggu karena banyak Taliban yang masih mengenakan pakaian tradisional mereka, tampilan seperti pemberontak jihad, daripada seragam polisi.
"Kami bahkan tidak tahu apakah mereka Taliban atau Daesh," ungkapnya, menggunakan akronim bahasa Arab untuk kelompok ISIS.
Sejak merebut kekuasaan, Taliban telah menampilkan diri mereka sebagai lebih moderat, dibandingkan dengan pemerintahan pertama mereka pada 1990-an ketika mereka dengan kejam menindas Hazara dan kelompok etnis lainnya. Mencari pengakuan internasional, mereka bersumpah untuk melindungi Hazara sebagai tanda penerimaan mereka terhadap minoritas negara.
Tapi, banyak penduduk Hazara masih sangat tidak percaya pada pemberontak yang berubah menjadi penguasa, yang sebagian besar etnis Pashtu, dan yakin mereka tidak akan pernah diterima secara setara di Afghanistan.
Para pemimpin komunitas Hazara mengatakan, mereka telah berulang kali bertemu dengan para pemimpin Taliban, meminta untuk mengambil bagian dalam pemerintahan, hanya untuk dijauhi. Penduduk Hazara mengeluh para pejuang individu mendiskriminasi mereka dan takut hanya masalah waktu sebelum Taliban kembali melakukan penindasan.
"Dibandingkan dengan aturan mereka sebelumnya, Taliban sedikit lebih baik," ujar Mohammed Jawad Gawhari, seorang ulama Hazara yang menjalankan sebuah organisasi yang membantu orang miskin.
"Masalahnya adalah tidak ada satu undang-undang. Setiap individu Talib adalah hukum mereka sendiri saat ini. Jadi orang-orang hidup dalam ketakutan akan mereka," sambungnya.
Beberapa perubahan dari era pemerintahan Taliban sebelumnya terlihat jelas. Setelah pengambilalihan mereka, Taliban mengizinkan Syiah untuk melakukan upacara keagamaan mereka, termasuk prosesi Asyura tahunan.
Taliban awalnya menyita senjata yang digunakan penduduk Hazara untuk menjaga beberapa masjid mereka sendiri di Kabul. Tetapi, setelah pemboman ISIS yang menghancurkan masjid-masjid Syiah di Provinsi Kandahar dan Kunduz pada Oktober, Taliban mengembalikan senjata dalam banyak kasus, kata Gawhari dan pemimpin masyarakat lainnya. Taliban juga menyiagakan pejuang mereka sendiri sebagai penjaga untuk beberapa masjid selama salat Jumat.
"Kami menyediakan lingkungan yang aman dan terjamin untuk semua orang, terutama di Hazara. Mereka seharusnya berada di Afghanistan. Meninggalkan negara ini tidak baik bagi siapa pun," terang juru bicara pemerintah Taliban Zabihullah Mujahid.
BACA JUGA:
Keinginan kelompok Syiah Hazara untuk perlindungan Taliban menunjukkan betapa ketakutan masyarakat terhadap kelompok ISIS, yang mereka katakan bertujuan untuk memusnahkan mereka. Dalam beberapa tahun terakhir, ISIS telah menyerang Hazara lebih kejam daripada yang pernah dilakukan Taliban, melepaskan pemboman terhadap sekolah Hazara, rumah sakit dan masjid, menewaskan ratusan orang.
Diketahui, ISIS juga musuh Taliban, sering menyerang pasukan Taliban. Komunitas internasional mendesak Taliban untuk membentuk pemerintahan yang mencerminkan spektrum etnis, agama dan politik Afghanistan, termasuk perempuan. Kabinet Taliban seluruhnya terdiri dari orang-orang dari barisan mereka sendiri.
Warga Syiah Hazara tingkat tertinggi dalam pemerintahan adalah wakil menteri kesehatan. Beberapa di antara mereka memegang jabatan di provinsi, tetapi mereka sudah lama bergabung dengan pemberontakan Taliban dan mengadopsi ideologi garis keras mereka. Hanya sedikit di komunitas Hazara yang mengenali mereka.