Karateka Meena Asadi Khawatirkan Atlet Perempuan setelah Taliban Berkuasa
Meena Asadi (instagram @meena.asadi)

Bagikan:

JAKARTA - Karateka asal Afghanistan Meena Asadi mengaku mengkhawatirkan karier atlet putri di negaranya setelah Taliban kembali berkuasa.

Meena Asadi adalah atlet karate yang pernah meninggalkan Afghanistan ketika berusia 12 tahun. Kala itu, dia pergi ke Pakistan dan mulai menekuni karate hingga mewakili Afghanistan pada ajang South Asian Games 2010 di Dhaka, Bangladesh.

Satu tahun setelah itu, Meena Asadi kembali ke Kabul dan membuka sasana karate di sana. Tetapi, dia kembali harus meninggalkan Afghanistan untuk kali kedua setelah situasi tak kunjung membaik.

Sejak itu, Meena dan sang suami serta buah hatinya tinggal di Indonesia.

"Saya sengsara. Saya kehilangan harapan dan orang-orang di negara saya juga kehilangan harapan mereka," kata Meena kepada Reuters di Cisarua, Bogor dilansir Antara.

Ketika Taliban memerintah Afghanistan dari 1996 hingga 2001, perempuan di sana tidak dapat bekerja dan anak perempuan tidak dapat bersekolah.

Perempuan harus menutupi wajah mereka dan ditemani oleh kerabat laki-laki untuk keluar dari rumah. Kembalinya Taliban di Kabul membuat Meena khawatir kondisi tersebut terulang.

“Semua prestasi dan nilai-nilai dihancurkan, dan ini akan menjadi momen kelam bagi masyarakat, terutama bagi perempuan dan anak perempuan,” kata Meena yang merupakan etnis Hazara dan penganut Islam Syiah.

Pekan ini, mimpi atlet taekwondo Zakia Khudadadi hancur karena menjadi atlet perempuan pertama Afghanistan yang gagal ke Paralimpiade Tokyo karena kekacauan di Kabul.

"Semuanya usai untuk atlet putri," kata Meena, satu-satunya atlet putri yang mewakili Afghanistan dalam Kejuaraan Karate Asia Selatan 2012 dan meraih dua medali perak.

Para pemimpin Taliban telah berusaha meyakinkan warga Afghanistan dan masyarakat internasional bahwa perempuan berhak mendapatkan pendidikan dan pekerjaan.

Tetapi Meena dan yang lainnya skeptis. "Mereka partai ekstremis, dan mereka tidak memercayai hak asasi manusia atau hak perempuan," kata Meena.

"Mereka tidak akan pernah berubah. Mereka adalah Taliban yang sama."

Mayoritas pengungsi Afghanistan di Indonesia berasal dari etnis Hazara yang selama puluhan tahun menjadi sasaran militan Sunni, termasuk Taliban dan ISIS, karena etnis mereka dan sebagian besar berkeyakinan Syiah.