JAKARTA - Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat vonis mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menjadi 9 tahun penjara. Sebelumnya, Edhy divonis 5 tahun penjara.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama sembilan tahun dan denda Rp400 juta dengan ketentuan apabila denda itu tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan enam bulan," demikian bunyi amar putusan PT DKI yang dikutip pada Kamis, 11 November.
Majelis Hakim PT DKI memperberat vonis Edhy karena dia tak menerima menerima putusan pada tingkat pertama. Dalam memori banding Edhy, tidak ada dalih baru yang bisa membuat hukuman diringankan.
Selain itu, jabatannya sebagai menteri juga menjadi faktor yang memberatkan. Hakim berpendapat, Edhy harusnya menjadi contoh bagi anak buahnya.
Berikutnya, hakim juga mewajibkan mantan politikus Partai Gerindra tersebut membayar uang pengganti sejumlah Rp 9.687.447.219 dan 77 ribu dolar Amerika Serikat dengan memperhitungkan uang yang telah dikembalikan oleh Edhy Prabowo.
Uang tersebut harus dibayar Edhy dalam jangka waktu satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Jika tidak dibayarkan, harta benda miliknya akan disita untuk kemudian dilelang sebagi penutup kekurangan pembayaran.
BACA JUGA:
Nantinya, bila uang hasil lelang juga masih kurang untuk membayar uang pengganti maka hukuman Edhy akan ditambah selama 3 tahun.
Selanjutnya, hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama tiga tahun. Hukuman ini berlaku setelah Edhy selesai menjalani masa tahanannya.
Diberitakan sebelumnya, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 5 tahun penjara terhadap Edhy Prabowo terkait kasus suap izin ekspor benih lobster atau benur. Dia juga dijatuhi sanksi denda sebesar Rp400 juta subsider 6 bulan penjara dan diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp9,68 miliar dan 77 ribu dolar Amerika Serikat.
Hukuman ini diberikan setelah Edhy dinyatakan terbukti menerima suap 77 ribu dolar Amerika Serikat dari Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP) yaitu Suharjito terkait izin ekspor benur.
Dalam kasus itu, dia juga terbukti menerima Rp24.625.587.250 sebagai bagian keuntungan yang tidak sah dari PT Aero Citra Kargo (ACK) terkait biaya pengiriman jasa kargo benur dari perusahaan eksportir.