Bagikan:

JAKARTA - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memperkirakan setidaknya butuh 17 juta lapangan kerja baru untuk menyerap tenaga kerja yang menganggur akibat pandemi COVID-19. Jumlah tersebut terdiri dari korban pemutusan hubungan kerja (PHK), karyawan yang dirumahkan, serta angkatan kerja baru.

Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan, pandemi COVID-19 telah menyebabkan 8 juta orang kehilangan pekerjaan ditambah lagi angkatan kerja yang setiap tahun mencapai 2,5 juta jiwa. Sedangkan sisanya merupakan karyawan yang dirumahkan tanpa mendapatkan kejelasan kapan akan dipanggil bekerja lagi.

"Maka kurang lebih sekitar 16 juta hingga 17 juta orang sekarang yang siap cari kerja. Dalam posisi seperti ini semua negara pasti akan mendorong investasi yang merupakan pintu untuk meningkatkan lapangan pekerjaan," katanya, dalam diskusi virtual, Selasa, 4 Agustus.

Bahlil berujar, selama ini pertumbuhan ekonomi domestik selalui dimotori oleh tiga segmen ekonomi yakni konsumsi dalam negeri, investasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Lebih lanjut, menurut Bahlil, perdagangan internasional atau ekspor impor, pengaruhnya tidak terlalu signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun, kata dia, sektor-sektor yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi nasional pun tengah terpukul pandemi COVID-19.

"Kalau kita bicara tentang konsumsi rumah tangga itu pasti berkaitan dengan kepastian pendapatan dan investasi ujungnya adalah tentang lapangan kerja," tuturnya.

Menurut Bahlil, pemerintah berupaya untuk menciptakan lapangan kerja baru sebanyak 17 juta tersebut dilakukan dengan cara menyeimbangkan realisasi investasi di pulau Jawa dan luar Jawa. Selain itu, investasi yang ditanamkan pun harus berkualitas dan memberikan nilai tambah.

"Realisasi investasi semester I sekitar 48 persen di luar Jawa, sementara di Jawa kurang lebih 52 persen. Artinya investasi yang terjadi sudah mulai merata," katanya.

Bahlil juga menuturkan, BKPM tak tebang pilih untuk jenis investasi yang masuk, asalkan sesuai dengan persyaratan pemerintah dan mampu menciptakan lapangan kerja bagi penduduk Indonesia.

"Jadi kalau dulu kami masih pilih-pilih, sekarang dengan COVID-19 ini yang penting investasi masuk, lapangan pekerjaannya bisa tercipta. Rumusnya 17 juta itu harus betul-betul dapat (kerja)," jelasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, Kementerian Perindustrian berupaya untuk menekan angka pengangguran di masa pandemi dengan cara memberikan kebijakan bagi industri manufaktur untuk tetap beroperasi.

Namun, kata dia, perusahaan yang mendapat izin beroperasi harus menerpakan protokol kesehatan yang sangat ketat. Meski demikian, tak dapat dipungkiri kebijakan itu menuai banyak kritikan lantaran berpotensi menjadi tempat penularan virus.

Kemudian, dari sisi peningkatan produktivitas, Kementerian Perindustrian pun telah memberikan beberapa stimulus bagi industri manufaktur. Di antaranya adalah pengurangan harga gas industri sebesar 6 dolar AS per million british thermal units (MMBTU) dan memberikan pengurangan biaya listrik berdasarkan jam pakai.

"Ini upaya pemerintah membantu industri yang masalah utamanya adalah arus keuangan (cashflow)," katanya.