Bagikan:

JAKARTA - Menteri Perindustrian Agus Gumiwang menceritakan bahwa masyarakat menuding Kementerian Perindustrian sebagai 'pembunuh massal'. Tuduhan itu berawal dari keputusan kementerian memberikan izin beroperasi kepada pabrik-pabrik di tengah pandemi COVID-19.

Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian telah memperbolehkan industri manufaktur atau pabrik-pabrik untuk menjalankan bisnisnya di tengah pandemi. Namun, dengan syarat pabrik-pabrik tersebut telah mengantongi Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI).

Menurut Agus, sejak adanya kebijakan tersebut, dirinya mendapatkan kritikan bertubi-tubi dari masyarakat lewat pesan singkatnya di WhatsApp (WA). Apalagi, setelah berlakunya kebijakan tersebut muncul beberapa kasus, klaster COVID-19 di berbagai pabrik di Indonesia di antaranya, HM Sampoerna, Unilever, Hitachi dan lainnya.

"Ini sejak awal saat pandemi masuk ke Indonesia, saya ingat sekali saat saya mengambil kebijakan ini banyak sekali saya mendapat kritikan, bertubi tubi masuk WA pribadi saya. Katanya saya merupakan pembunuh massal karena membiarkan pabrik-pabrik beroperasi," tutur Agus, dalam diskusi virtual, Selasa, 4 Agustus.

Agus berujar, meski IOMKI diterbitkan dan pabrik dapat beroperasi, tetapi tatap harus dibarengi dengan protokol yang disiplin disiplin. Menurut dia, hal itu sudah disosialisasikan melalui surat edaran (SE).

Lebih lanjut, Agus mengatakan, melalui Kemenperin Nomor 8/2020 tentang Kewajiban Pelaporan Bagi Perusahaan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang memiliki IOMKI. Ia menegaskan, perusahaan harus melaporkan pelaksanaan operasional dan mobilitas kegiatan industri secara berkala setiap pekan.

"Mereka juga harus secara rutin melaporkan kepada Kementerian Perindustrian setiap minggu melalui portal SIINas. Kegiatan yang ada di industri masing-masing khususnya berkaitan dengan pelaporan pelaksanaan protokol kesehatan, pelaporan apakah ada pegawai buruh dan pekerja mereka yang terpapar, dan bagaimana cara mereka menanganinya," jelasnya.

Menurut Agus, wajib laporan perusahaan ini untuk mengetahui bagaimana penanganan kesehatan di pabrik. Sebab, dalam SE yang sudah diterbitkan ada SOP yang harus dilakukan dalam menangani jika di perusahaan mereka ditemukan kasus.

Agus yakin keputusannya untuk memberikan izin operasi pabrik di tengah pandemi COVID-19 ini dapat membantu ekonomi nasional tetap bergerak dan tak jatuh terlalu dalam.

"Kami punya pertimbangan lain (memberlakukan kebijakan tersebut) dan alhamdulillah kami sangat percaya kebijakan yang sudah diambil saat pandemi masuk itu telah membantu agar perekonomian kita tidak jauh terpuruk," tuturnya.

Sekadar informasi, ada 68 perkantoran yang menjadi klaster COVID-19 di Jakarta per 26 Juli. Sebanyak 440 karyawan positif terjangkit virus yang pertama kali ditemukan di Provinsi Wuhan, China.

Sebelumnya, sejumlah pegawai pabrik PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) di Cikarang Jawa Barat sempat positif COVID-19. Kegiatan perasional pabrik sempat disetop sementara.

Begitu pula dengan, PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) memutuskan untuk menutup salah satu fasilitas produksinya, yakni pabrik Rungkut 2 di Surabaya, dan area sekitarnya setelah karyawan yang bekerja di pabrik tersebut dinyatakan positif terpapar COVID-19.