JAKARTA - Masysrakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) menilai, video Anji bersama Hadi Pranoto yang disebut sebagai profesor pencipta obat COVID19 adalah salah satu konten berisi klaim meragukan bahkan sesat.
“Ini bisa membahayakan publik dan memberi rasa aman yang palsu, dan dapat berbalik menjadi kelengahan masyarakat akan bahaya penyebarannya,” kata Ketua Presidium Mafindo Septiaji Eko Nugroho dalam keterangan resmi, Jakarta, Senin, 3 Agustus.
Mafindo mencatat ada 12 klaim sesat dan membahayakan publik dalam video wawancara Anji dengan Hadi Pranoto. Di antaranya klaim obat buatannya sudah menyembuhkan ribuan orang dengan dua atau tiga hari pemakaian. Ada juga klaim bahwa vaksin justru merusak organ tubuh.
“Klaim lainnya masker tidak bisa mencegah penularan COVID19. Berbagai klaim tersebut sangat berbahaya bagi publik, sehingga kami mendukung PB IDI yang meminta kepolisian turun tangan," kata dia.
Menurut dia, jika masyarakat termakan informasi itu bisa kemudian menolak protokol pencegahan dan pengobatan yang dibuat oleh pemerintah.
"Mereka memilih obat alternatif yang ditawarkan dalam video itu,” kata dia.
BACA JUGA:
Sementara Presidium Mafindo Anita Wahid mengatakan, pemerintah perlu lebih banyak mendengar opini masyarakat yang banyak muncul di media sosial, dan meresponsnya secara proaktif dengan cepat dan akurat. Sebab, publik juga membutuhkan kepastian informasi terkait kebijakan yang dikomunikasikan dengan konsisten.
"Kesimpangsiuran informasi akan membuat tingkat kepercayaan publik kepada pemerintah menurun. Biisa juga menjadi pintu masuk kabar bohong," kata Anita.
Kemudian, pemerintah juga harus merangkul tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk memberikan keteladanan bagaimana seharusnya masyarakat memilah informasi. Publik juga bisa berpartisipasi untuk ikut mengawasi informasi di sekitar lingkungannya dalam bentuk siskamling digital.
"Caranya ikut melaporkan konten yang dinilai meresahkan kepada pengelola platform maupun aparatur negara," ujar dia.
Menurut dia, publik juga perlu berhati-hati dalam menerima informasi, terutama yang terkait dengan berbagai tuduhan konspirasi di balik pandemi COVID19. Sebab, teori ini memanfaatkan keresahan masyarakat akan kondisi yang serba tidak pasti untuk keuntungan pribadi. Baik keuntungan finansial, ketenaran, ideologi, ataupun keuntungan lain.
"Teori seperti ini biasanya menggunakan komponen-komponen informasi yang sulit diverifikasi kebenarannya oleh masyarakat umum. Sehingga mudah memperdaya masyarakat. Oleh karenanya, masyarakat perlu bersikap kritis terhadap informasi. Perlu juga mengeceknya melalui kanal-kanal dan sumber berita yang terpercaya," kata dia.