Wawancara: Siapa Hadi Pranoto dan Bagaimana Ia Jawab Tantangan Uji Klinis Obat Herbal COVID-19
Hadi Pranoto (Ramdan Febrian/VOI)

Bagikan:

BOGOR - Disambangi tim VOI di salah satu hotel kota Bogor, 4 Agustus, Hadi Pranoto menjawab kontroversi yang menggugat hasil temuannya yang dicap kebohongan. Ia dianggap menyalahi ilmu sains (pseudo science). Perbincangan kami dengan Hadi Pranoto berfokus pada pembahasan tentang siapa dirinya, bagaimana ia memproduksi antibodi COVID-19 yang diklaim telah menyembuhkan ribuan pasien positif COVID-19, hingga apa yang melatarbelakangi pergerakannya.

"Oh, bukan. Saya bukan lulusan IPB dan saya tidak pernah bersekolah di IPB,"

Hadi Pranoto

Hadi Pranoto membantah kabar yang menyebut bahwa dirinya adalah lulusan Institut Pertanian Bogor (IPB). Ada kesalahan informasi. Di IPB kita memang dapat menemui nama Hadi Pranoto sebagai lulusan kampus. Namun, Hadi Pranoto yang berbeda.

Ketika kami bertanya tentang latar belakangnya, termasuk di mana ia menempuh pendidikan tinggi, Hadi Pranoto tak menjawab. "Saya tidak punya, tidak mau men-declare siapa dulu. Yang penting saya concern herbal ini bisa dimanfaatkan dengan saudara-saudara kita."

Meski begitu, Hadi Pranoto mengatakan produk herbal yang ia temukan telah mengantongi izin Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Hadi Pranoto mengajak otoritas untuk bersama-sama melakukan penelitian dan uji klinis lanjutan terhadap temuannya. Hal ini sekaligus jadi tantangan untuk membuktikan kebenaran terkait polemik obat herbal penyembuh COVID-19 Hadi Pranoto.

Menurut Hadi Pranoto, tak ada seorang pun yang dapat mendelegitimasi salah atau benar temuannya kecuali penelitian ilmiah dan uji klinis. Termasuk laporan kepolisian yang dilakukan Cyber Indonesia atas nama dirinya ke Polda Metro Jaya tertanggal 3 Agustus lalu. Hadi mengaku siap melakukan pembuktian selama ranahnya adalah penelitian ilmiah dan uji klinis terbuka di depan publik dan hukum.

"Biasalah, beda pendapat itu biasa, so far aman-lah ... Kalau kita melakukan suatu uji klinis oleh lembaga kita sendiri pasti tak akan diakui. Karena itu kepada pihak yang bisa melegitimasi secara hukum uji klinis, mari kita lakukan bersama-sama."

Hadi Pranoto dan alasannya bicara

Hadi Pranoto mengatakan, nasionalismenya tergerak. Ia ingin bermanfaat bagi bangsa. Kepada kami, Hadi Pranoto mengatakan tak terpenuhinya hak-hak kesehatan masyarakat di tengah pandemi. Terutama soal tes COVID-19 yang menurut Hadi Pranoto seharusnya diselenggarakan gratis. Apalagi saat ini negara telah mengategorikan pandemi sebagai bencana nasional. Peran vital negara jadi kunci.

Kepada kami, Hadi Pranoto juga menyinggung pendanaan riset timnya yang dilakukan secara mandiri dan swadaya. Ia tak merinci jumlah dana atau pihak-pihak yang terlibat, termasuk jumlah tim riset yang ia miliki. Yang jelas, ia mengatakan semua senyawa bahan-bahan yang dikumpulkan oleh timnya berasal dari pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.

Hadi Pranoto saat diwawancarai VOI (Ramdan Febrian/VOI)

Lebih lanjut, Hadi Pranoto mengklarifikasi pernyataan Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Brodjonegoro yang menyebut tak ada satupun pasien Wisma Atlet yang mengonsumsi produk herbal Hadi Pranoto, sebagaimana yang Hadi Pranoto katakan. Menurut Hadi Pranoto, produknya memang tak disuplai lewat lembaga ke lembaga, melainkan melalui individu.

Namun, ketika ditanya individu yang seperti apa hingga bagaimana cara ia membawa ke Wisma Atlet, Hadi Pranoto lagi-lagi tak menjelaskan. Meski begitu, Hadi Pranoto mengaku telah dihubungi salah satu profesor di Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) untuk ikut berkolaborasi dalam uji klinis yang dilakukan dalam beberapa waktu ke depan. Namun, seperti yang sudah-sudah, Hadi Pranoto tak merinci kapan dan bagaimana detailnya.

"Kita berharap dengan kekayaan alam yang ada bisa mendapatkan kemurahan dan kemudahan. Bagi masyarakat yang tak mampu dibagikan gratis. Namun bagi mereka yang kaya diharapkan memiliki kesadaran untuk justru saling membantu tanpa dipatok angka tertentu."

Hadi Pranoto

Hadi Pranoto bahkan menyatakan siap menyerahkan seluruh hasil riset yang telah dilakukan timnya kepada otoritas pemerintahan. Lalu, apa yang terjadi jika negara akhirnya mengakui dan mendukung hasil riset tersebut? Hadi Pranoto mengungkapkan mimpi besarnya. "Saya akan sumbangkan apa yang saya produksi 300 juta botol itu akan saya sumbangkan," ucapnya.

Ketika ditanya bagaimana cara memperoleh produk yang dihasilkan, Hadi Pranoto menyatakan bahwa produknya sudah didistribusikan kepada ribuan masyarakat di Bogor. Kata Hadi Pranoto, masyarakat dapat memeroleh langsung obat itu lewat dirinya.

Sebenarnya polemik macam yang melibatkan Hadi Pranoto pernah terjadi di era 80-an, ketika Dokter Sebi membuat heboh dunia medis Amerika Serikat lewat penemuan obat herbal yang menyembuhkan herpes, leukimia, hingga AIDS. Dokter Sebi yang digugat Food Drugs Comission (FDC) --lembaga otoritas yang memegang peranan pengawasan obat dan makanan Amerika Serikat-- berhasil menjawab keraguan di pengadilan.

Ditantang pembuktian lewat saksi yang telah mengkonsumsi obat herbalnya, ia bahkan berhasil menghadirkan 70 saksi, ketika pengadilan hanya meminta satu orang saksi saja. Dokter Sebi berhasil menjawab secara uji klinis dan dinyatakan tak bersalah setelah obat hasil penemuannya itu dites di laboratorium di Lancaster.

Lalu, bagaimana dengan Hadi Pranoto? Dalam kasus Hadi Pranoto, pembuktian masih jauh. Yang jelas, uji klinis dan penelitian ilmiah harus segera dilakukan untuk mencapai kebenaran, bukan pernyataan otoritas apalagi opini publik. Lagipula, bukankah segala kemungkinan harus diupayakan?