Bagikan:

JAKARTA - Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto akan mengakhiri masa tugasnya alias pensiun pada November ini. Terlebih, Jenderal Andika Perkasa sudah disetujui DPR menjadi Panglima TNI yang baru.

Andika pun hanya tinggal menunggu waktu dilantik Presiden Joko Widodo. Hari ini, Senin, 8 November, Jenderal Andika diundang Komisi I DPR untuk mengikuti rapat Paripurna di Parlemen. 

 

Bersamaan dengan hal itu, muncul isu bahwa Marsekal Hadi digadang-gadang bakal jadi menteri Jokowi dan masuk dalam jajaran kabinet Indonesia Maju.  

 

Lantas, sudah layakkah sosok Marsekal Hadi menjadi salah satu menteri Jokowi?

 

Wakil Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari enggan berkomentar soal layak atau tidaknya Marsekal Hadi Tjahjanto didaulat sebagai menteri di pemerintahan Jokowi. 
 

"Kita tidak bisa komentar itu," ujar Kharis usai menyambangi kediaman Jenderal Andika Perkasa, Minggu, 7 November. 

 

"Itu biar pak presiden saja," kata politikus PKS itu.

Marsekal Hadi dalam Teropong Pengamat 

Direktur Eksekutif Gerakan Muda Visioner (Gemuvi), Teofilus Mian Parluhutan, menilai Marsekal Hadi layak menjadi salah satu menteri Jokowi. Sebab, selama menjabat Panglima TNI Hadi merupakan sosok perwira kesatria yang setia terhadap NKRI. Bahkan, menurutnya, peran TNI pada masa awal pandemi sangat menonjol.

 

"Banyak prestasi dan jasa kepada negeri yang Marsekal Hadi torehkan selama menjabat sebagai Panglima TNI. Salah satunya adalah keberhasilannya memimpin TNI dalam membantu penanganan virus corona baru (COVID-19)," ujar Teofilus, Jumat, 5 November. 

 

Di mana saat itu, lanjutnya, proses penjemputan dan proses karantina ke-238 WNI dari Wuhan, China, menggunakan fasilitas milik Pangkalan Udara TNI Angkatan Udara Raden Sadjad di Natuna, Kepulauan Riau.

"Sejak saat itulah para prajurit TNI menjadi bagian tak terpisahkan dalam penanganan pandemi corona," jelas Teofilus. 

Menurut Teofilus, dibawah kepemimpinan Hadi, TNI banyak melakukan berbagai kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat terutama dalam penanganan pandemi COVID-19. "Program 'Serbuan Vaksinasi', terlihat peran prajurit TNI sangat vital, karena mampu merambah wilayah-wilayah yang notabene sulit dijangkau," ungkapnya. 

Selain itu, Teofilus menilai, selama di bawah komando mantan Irjen Kementerian Pertahanan itu, peran aktif TNI juga mendapat apresiasi yang sangat bagus dari publik. 

 

Dikatakannya, upaya TNI melakukan pengendalian pandemi di setiap daerah dan menjaga kedaulatan negara selaras dengan citra TNI yang mencapai 95,5 persen. Angka tersebut, kata Teofilus, lebih baik dibandingkan dengan sejumlah lembaga tinggi negara lainnya. 

 

"Semua ini patut diapresiasi dan tentu hal ini bisa terjadi antara lain karena kerja keras Panglima TNI, Bapak Marsekal Hadi Tjahjanto," katanya.

Oleh karena itu, Tefilus menilai, sangat layak apabila Marsekal Hadi masuk ke dalam kabinet Jokowi menggantikan menteri yang berambisi nyapres di 2024. Atau Hadi, kata dia, bisa duduk sebagai Kepala Staf Presiden atau Menteri Perhubungan RI.

"Sosok Pak Hadi yang profesional dan tegak lurus kepada pimpinan sangat tepat menjadi pembantu Presiden Jokowi untuk menggantikan para menteri yang hanya mengerjakan kepentingan pribadi dan sudah berambisi memikirkan Pilpres 2024 saja," pungkas Teofilus.

 

Sebaliknya, Pengamat politik Muslim Arbi menilai Marsekal Hadi kurang pantas diberi jabatan setelah pensiun. Sebab menurutnya, tidak ada prestasi menonjol yang layak dibanggakan dari panglima yang bakal berulang tahun pada 8 November itu. 

"Selama jabat panglima TNI, tidak ada prestasi yang menonjol," ujar Muslim, Minggu, 7 November. 

 

Direktur Gerakan Perubahan menjelaskan, hal tersebut terlihat dari m sejumlah peristiwa yang menjadi ancaman nasional. Di mana kata Muslim, tidak ada solusi konkret dari Hadi Tjahjanto. Misalnya, dalam masalah Perairan Natuna yang berulangkali disatroni kapal China. 

"Tidak terdengar suara saat kedaulatan laut di Natuna dirongrong kapal-kapal RRC," jelas Muslim. 

 

Bahkan, sambungnya, tak terdengar pula suara Panglima Hadi Kapal Nanggala 402 tenggelam. "Untuk menghormati prajurit AL yang gugur di dasar Samudra pun tak terdengar," katanya. 

Selain itu, tambah Muslim, Marsekal Hadi Tjahjanto juga nampak diam dalam menanggapi isu publik soal kebangkitan PKI. Dia pun tidak mendengungkan ajakan untuk menonton film G30S/PKI.

"Bahkan hadapi pemberontakan bersenjata di Papua pun tak terlihat sikap yang jelas. Barangkali tak terlihat prestasi yang dapat dibanggakan untuk diberi jabatan setelah pensiun," pungkas Muslim