Pro Kontra Pemberlakukan PSBB di Bodetabek
Ilustrasi (Angga Nugraha/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Setelah DKI Jakarta menjalankan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kini giliran sejumlah wilayah penyangga ibu kota ikut melaksanakan hal serupa untuk mencegah penyebaran virus corona atau COVID-19. 

Gubernur Provinsi Jawa Barat Ridwan Kamil, misalnya, yang menyatakan status PSBB untuk wilayah Kota dan Kabupaten Bogor, Kota Depok, serta Kota dan Kabpaten Bekasi (Bodebek). Kebijakan ini dilaksanakan pada Rabu, 15 April pada pukul 00.00 WIB selama 14 hari ke depan. Pemda Provinsi Jawa Barat akan melaksanakan sosialisasi PSBB bersama pemerintah kabupaten dan kota selama dua hari dimulai dari 13-14 April.

“Kami koordinasikan dan kami menetapkan PSBB di lima wilayah ini akan dimulai di Rabu dini hari tanggal 15 April 2020 selama 14 hari. Setelah 14 hari nanti kita evaluasi atau dikurangi intensitasnya," kata Ridwan dalam keterangan tertulisnya, Minggu, 12 April.

Pemberlakuan PSBB di Jawa Barat, akan berbeda penerapannya di tiap wilayah. Untuk Kabupaten Bekasi dan Bogor, intensitas penerapannya akan berbeda karena kecamatan yang masuk ke zona merah akan menjalankan PSBB secara maksimal dengan penutupan akses ke wilayah tersebut termasuk membatasi kegiatan perkantoran, komersial, kebudayaan dan keagammaan.

“Di (daerah) yang bukan zona merah, PSBB-nya akan menyesuaikan antara minimal sampai menengah. Khusus untuk Kota Bogor, Kota Depok dan Bekasi akan melaksanakan istilahnya PSBB maksimal,” tegas Ridwan.

Dia mengatakan, PSBB ini sebenarnya tak ada bedanya dengan apa yang sudah dilaksanakan masyarakat beberapa waktu ini. Hanya saja, kini ada sanksi berlaku untuk mereka yang melanggar aturan saat PSBB dilaksanakan. “Dulu tidak ada sanksi. Dengan adanya PSBB, maka aparat hukum diberi kewenangan untuk memberikan sanksi,” ungkapnya.

Untuk operasional industri, mantan Wali Kota Bandung ini mengatakan pihaknya akan segera mengeluarkan Surat Keputusan (SK) berisi daftar industri strategis yang boleh beroperasi selama pembatasan tersebut dilaksanakan sambil tetap memberikan rasa aman kepada pegawainya.

Selain Jawa Barat, Gubernur Provinsi Banten Wahidin Halim juga telah menyatakan sejumlah wilayahnya sudah mendapat persetujuan melaksanakan PSBB dari Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Persetujuan ini diberikan oleh Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto melalui Surat Keputusan bernomor HK.01.07/MENKES/249/2020 yang ditandatangani di Jakarta pada Minggu, 12 April.

“Dengan dikeluarkan surat keputusan ini maka Banten untuk Tangerang Raya yang meliputi wilayah Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Tangerang Selatan dengan resmi akan menerapkan sistem PSBB,” tulis Wahidin dalam akun Instagram resminya @wh_wahidinhalim.

Pro kontra PSBB Jabodetabek

Setelah penetapan PSBB di wilayah Jabodetabek, pro kontra pun datang. Ada yang menganggap PSBB ini terlambat dilaksanakan karena sudah ada masyarakat yang mudik atau keluar dari Jabodetabek, tapi ada juga yang menilai sebaliknya. Sebab, penerapan PSBB ini perlu dipikirkan secara matang pelaksanaan teknisnya.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Padjajaran (Unpad) Yogi Suprayogi menilai, penerapan PSBB di wilayah Jabodetabek, sebenarnya tak terlambat meski sudah banyak masyarakat yang kembali ke kampung halaman.

“Kalau menurut saya enggak (terlambat) sih sebenarnya. Karena jangan sampai dampak COVID-19 ini berdampak sistemik. Saya paham secara psikologis, teman-teman di pemerintahan karena COVID ini kan bisa selesai setelah beberapa bulan tapi dampak setelah itu loh, yang akan ditakutkan,” kata Yogi ketika dihubungi VOI lewat sambungan telepon, Minggu, 12 April.

Dia kemudian menyinggung soal dampak resesi ekonomi akibat COVID-19 yang bisa mengakibat berbagai konflik termasuk konflik sosial. Sehingga, untuk mencegah hal tersebut pemberlakuan PSBB tentunya harus matang agar tak berdampak secara luas.

“Jadi memang harus hati-hati jangan sampai dampak sosialnya, ekonomi dan lanjutannya terlalu besar. Apalagi untuk teman-teman di desa,” ujarnya.

Dia juga menaruh optimisme pada pemberlakuan PSBB di wilayah Jabodetabek untuk mencegah penyebaran virus corona. Sebab, dia menilai, pembatasan di Jakarta saat ini sudah berhasil karena di lapangan sudah tak begitu banyak orang yang berinteraksi. 

Hanya saja, rasa pesimis tetap dia rasakan jika pemerintah tak bisa menyelesaikan masalah logistik bagi masyarakat terutama masyarakat yang tak punya penghasilan tetap. Mengingat dampak pembatasan ini tak hanya akan dirasakan selama 14 hari ke depan, melainkan akan dirasakan hingga kondisi stabil.

“Saya optimis ada ketertiban tapi di satu sisi saya juga pesimis kalau misalnya jalur logistik atau manajemen logistiknya tidak diperbaiki,” ungkapnya.

Pengamat ini menilai, jika bantuan logistik dari pemerintah tak diurus dengan baik bahkan tak menyentuh para pekerja informal, mereka bisa saja terpaksa keluar rumah untuk mencari penghasilan.

“Jadi catatan buat saya kebijakan manajemen logistiknya seperti apa bagi teman-teman yang terdampak. ... Ini yang belum diatur dan ini yang menjadi perhatian saya soal PSBB itu,” tegasnya.

 

Sementara, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai, penerapan PSBB di wilayah Jabodetabek ini sebenarnya terlambat untuk dilaksanakan. Sebab, sudah banyak masyarakat yang mudik dari wilayah Jabodetabek.

“Harusnya kan sejak awal (diberlakukan), kita kan sudah teriak-teriak dibutuhkan regulasi. ... Jadi, akhirnya ini sudah sangat terlambat dan kenyataannya (COVID-19) sudah menyebar kemana-mana,” kata Trubus.

Dia juga menilai penerapan ini juga tak akan begitu signifikan mengurangi angka penyebaran COVID-19. Dia mencatat ada tiga sebab yang membuat PSBB ini tak akan maksimal. Pertama adalah soal tak adanya larangan soal mudik meski ada pembatasan. 

“Kedua karena tingkat kedisiplinan masyarakat relatif rendah. Ini kan cuma dibatasi saja, masih ada sektor yang boleh beraktifitas meski ada penegakkan hukumnya,” tegasnya.

Ketiga, Trubus menyinggung soal peran serta lingkungan masyarakat dalam memberantas COVID-19. Sosialisi masif soal virus ini, kata dia, hingga saat ini masih belum terjadi sehingga masih saja ada masyarakat yang menganggap remeh. 

Tak hanya itu, perihal bantuan yang dianggap masih belum merata juga disebutnya menjadi salah satu alasan mengapa masyarakat tak siap jika hanya berada di rumah.

“Kalau kesadaran dan kepatuhan masyarakatnya tidak tinggi, maka saya rasa berat (PSBB bisa mencegah penyebaran COVID-19), terutama untuk masyarakat yang kurang berada,” ungkap dia.

Diketahui, ketika suatu daerah sudah menetapkan status PSBB, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 9 Tahun 2020, pemerintah daerah kemudian dapat meliburkan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, sosial-budaya, kegiatan di tempat atau fasilitas umum, pembatasan moda transportasi, dan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan.

Peliburan tempat kerja dikecualikan bagi kantor atau instansi strategis yang memberikan pelayanan terkait pertahanan dan keamanan, ketertiban umum, kebutuhan pangan, bahan bakar minyak dan gas, pelayanan kesehatan, perekonomian, keuangan, komunikasi, industri, ekspor dan impor, distribusi, logistik, dan kebutuhan dasar lainnya.

Pembatasan tempat atau fasilitas umum dikecualikan untuk supermarket, minimarket, pasar, toko atau tempat penjualan obat-obatan dan peralatan medis kebutuhan pangan, barang kebutuhan pokok, barang penting, bahan bakar minyak, gas, dan energi.

Pembatasan moda transportasi dikecualikan untuk moda transpotasi penumpang baik umum atau pribadi dengan memperhatikan jumlah penumpang dan menjaga jarak antar penumpang, serta moda transportasi barang dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk.