JAKARTA - Penyebaran virus corona atau COVID-19 semakin mendunia. Lembaga Kesehatan Dunia WHO bahkan sudah mengumumkan COVID-19 ini sebagai pandemik. Pesatnya persebaran COVID-19, mendesak beberapa negara untuk menerapkan kebijakan lockdown. Hal itu terpaksa dilakukan untuk memutus rantai persebaran virus.
Menurut Oxford University Press, pengertian lockdown adalah sebuah perintah resmi untuk mengendalikan pergerakan orang atau kendaraan di dalam suatu wilayah karena adanya situasi berbahaya.
Sementara itu, menurut Profesor Hukum dan Etika Kesehatan Publik dari Washington College, Lindsay Wiley lewat akun Twitternya, @ProfLWiley, istilah lockdown yang selama ini sering digunakan pers bukan istilah teknis yang punya arti spesifik. Dia mengatakan, lockdown dalam perspektif kesehatan publik jika merujuk apa yang sudah China dan Italia lakukan adalah upaya menciptakan sebuah karantina geografis, atau dikenal juga sebagai cordon sanitaire.
"Cordon sanitaire berarti membuat sebuah pembatas dan mencoba untuk menghentikan orang untuk masuk atau keluar (dari sebuah wilayah tertentu) dengan pengecualian untuk pengiriman barang atau orang untuk menjaga keperluan penting," kata Wiley.
"Lockdown," which the press is latching onto, is not a technical term with any specific meaning.
What China and Italy have done is create a geographic quarantine, also known as cordon sanitaire.
— Lindsay Wiley (@ProfLWiley) March 9, 2020
Intinya, lockdown merupakan sebuah paket kebijakan pengamanan terhadap sebuah ancaman dalam hal ini penyebaran COVID-19. Kebijakan ini harus lengkap dengan jaminan kemanan keperluan sosialnya juga seperti suplai makanan, kesehatan, pendidikan dan lainnya meskipun sedang diisolasi.
China
Misalnya kita lihat negara yang pertama kali menerapkan lockdown yakni China. Di sana hampir setengah populasi China --sekitar 780 juta orang-- berada di bawah situasi lockdown seperti diwartakan Business Insider. Puncaknya, kebijakan karantina China mencakup sekitar 20 provinsi.
Di China, kota yang pertama kali di-lockdown adalah Wuhan pada 23 Januari. Seketika jalur transportasi dari dan ke kota itu diputus dan seluruh tempat publik ditutup. Selama hampir enam minggu jalanan hampir seperti kota mati ketika para penduduknya mengarantina diri sendiri di rumah masing-masing.
Tak lama setelah Wuhan lockdown, China mengunci 15 kota lain termasuk Huanggang sebuah kota berpenduduk 7,5 juta orang dan Suizhou dengan hampir 11 juta populasi.
Di Wuhan, selama masa karantina, warga hanya bisa memperoleh makanan dengan memesan lewat aplikasi online, WeChat. Lewat WeChat, mereka memesan segala keperluan makanan seperti daging, sayuran, dan sayur yang disediakan di supermarket terdekat.
Mereka diwajibkan membeli keperluan dengan jumlah banyak. Hal ini dilakukan agar mengefisiensikan tenaga pengiriman ke masing-masing rumah penduduk.
Menurut WHO, tindakan berani China untuk mengunci beberapa wilayahnya sangat efektif untuk mencegah persebaran Covid-19. "Tidak ada keraguan bahwa pendekatan ini telah mengubah arah (menjadi lebih baik) persebaran epidemi yang berbahaya ini," kata Bruce Aylward seorang dokter ahli epidemiologi yang dikirim WHO ke China.
Italia
Selain China negara lain yang melakukan lockdown yakni Italia. Pemerintahnya yang diwakili Perdana Menteri Giuseppe Conte mendeklarasikan lockdown pada 10 Maret.
"Saya tetap di rumah," kata Conte kepada BBC, menyimpulkan kebijakan lockdown negaranya.
Awalnya, Italia mengumumkan wilayah yang di-lockdown mencakup bagian utara negara saja. Namun tak lama kebijakan itu menjadi berlaku di seluruh bagian negara.
Di sana, untuk sementara waktu aktivitas transportasi umum dan bandara masih beroperasi namun hanya melayani perjalanan penting yang memiliki izin dari pemerintah. Misalnya mereka yang pergi dalam rangka pekerjaan yang resmi atau alasan terkait keluarga yang tentunya diizinkan oleh pihak kepolisian.
Sementara itu acara-acara yang melibatkan orang banyak ditutup. Acara olahraga besar, sekolah dan universitas, museum, pusat budaya, kolam renang, dan spa semuanya ditutup di seluruh negeri. Sementara semua toko kecuali toko retail makanan dan apotek akan ditutup.
Selain Italia dan China beberapa negara yang melakukan cordon sanitaire di antaranya Iran, Selandia Baru, El Savador, Polandia, Irlandia, dan Denmark. Yang terbaru, kemarin 15 Maret, dua negara yakni Spanyol dan Manila menyusul mengeluarkan kebijakan serupa.
BACA JUGA:
Filipina
Presiden Filipina Rodrigo Duterte, memutuskan untuk melakukan lockdown seluruh wilayah Kota Manila. Hal tersebut mulai diberlakukan sejak 15 Maret hingga 14 April mendatang, menyusul pandemi COVID-19 di Filipina.
Duterte menyampaikan, saat masa karantina nanti sekolah dan kantor pemerintah sebagian besar akan ditutup. Meski ditutup, pusat-pusat perbelanjaan seperti supermarket dan toko kebutuhan pokok akan tetap buka.
Keperluan vital seperti toko obat, bank, dan klinik kesehatan juga akan tetap buka. Larangan pertemuan massal juga akan diberlakukan selama masa lockdown.
"Pembatasan (kunjungan ke Filipina) akan diberlakukan bagi mereka yang bepergian dari negara-negara dengan transmisi lokal, kecuali bagi warga negara Filipina termasuk pasangan dan anak-anak asing, pemegang visa tinggal permanen, dan pemegang visa diplomatis," kata Duterte, seperti dikutip dari South China Morning Post, Senin, 16 Maret.