Rencana Relokasi Pabrik Pupuk Oleh Menteri Bahlil Mendapat Tentangan Keras, Ada Apa?

JAKARTA,- Rencana Menteri Investasi/ Kepala BPKM Bahlil Lahadalia merelokasi pembangunan pabrik pupuk yang semula di wilayah Kabupaten Teluk Bintuni ke Kabupaten Fakfak Papua Barat, mendapat penentangan dari berbagai pihak. Apalagi dalam pernyataannya Bahlil mengatakan,“Pabrik pupuk saja bisa kita pindahkan apalagi batas wilayah.” Pernyataan ini dikemukakan Bahlil saat berkunjung ke Fakfak pada 27 September silam seperti dikutif dari tvonenews.com.

Bupati Kabupaten Teluk Bintuni Ir. Petrus Kasihiw, M.T., dan Gubernur LSM Lira Papua Toenjes Swansen Maniagasi, S.H., menilai pernyataan Menteri Bahlil soal pemindahan pabrik pupuk dan pemindahan batas wilayah dianggap arogan dan tidak melihat histori yang sudah ada sebelumnya.

“Dia (Menteri Bahlil-red) itu arogan, sombong. Dia bilang pabrik pupuk saja dia bisa kasih pindah ke Fakfak, apalagi tapal batas. Dia bicara ini tidak tahu potensi konflik di perbatasan yang bisa terjadi. Ini seorang menteri lho. Pernyataan itu bisa menimbulkan konflik. Tidak pantas seorang menteri bicara seperti itu. Tidak menghargai sama sekali masyarakat,” kata Petrus Kasihiw melalui keterangan pers, Senin, 4 Oktober 2021 seperti yang dimuat di beberapa media.

Hal senada dikemukakan Toenjes Swansen Maniagasi.  Sebagai pejabat Negara Bahlil tak perlu menunjukan sikap seperti di terminal. Apalagi di hadapan masyarakat adat. “Dan jangan sok tahu dengan apa yang ditetapkan oleh adat, Untuk itu kalau ada pernyataan dari seorang anak adat seperti Pak Petrus Kasihiw selaku Bupati Kabupaten Teluk Bintuni berarti ini sangat berisiko. Jadi contoh yang ditunjukan oleh Bahlil sangat tidak tepat, pasti Pak Bupati punya alasan, sehingga dirinya meminta Bahlil perlu mengklarifikasi pernyataan tersebut,” tandasnya kepada voi.id.

Dalam penjelasannya Bupati Teluk Bintuni mengingatkan Bahlil bahwa Teluk Bintuni sebagai kawasan industri telah diatur dengan berbagai peraturan yang mengikat yaitu peraturan presiden no 109 tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 3 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Dia tak terima dengan pernyataan sang Menteri Bahlil yang akan merelokasi pabrik pupuk ke Fakfak.

“Kami akan menghadirkan Gubernur, Ketua MRP di Onar sebagai kawasan industri. Ini semua sudah diikat dengan berbagai Perpres maupun peraturan perundangan lainnya. Itu semua sudah disepakati. Kalau bicara mengenai masalah tanah, kita bisa bicara baik-baik. Bukan seperti itu lalu bicara kasih pindah pabrik. Jangan buat kacau progress yang kita sedang buat,” lanjut Petrus Kasihiw.

Kasihiw menegaskan,  apabila Bahlil hendak memindahkan pabrik pupuk keluar dari Teluk Bintuni ke Kabupaten Fakfak maka harus sesuai dengan permintaan masyarakat Tujuh Suku Bintuni bahwa pabrik tersebut tidak boleh meminta gas dari Teluk Bintuni. “Anda boleh bawa pabrik ke Fakfak tetapi jangan pasok gas dari Bintuni, kalau pabrik dipindahkan kami tegaskan bahwa pemasokan gas tidak dari Bintuni. Silahkan ambil dari luar sehingga saya mendukung pernyataan LMA (Lembaga Masyarakat Adat) 7 Suku sebagai pemilik gas dan minyak di Teluk Bintuni,” tegasnya.

Presiden LSM LIRA, Drs. H.M. Yusuf Rizal, S.H., S.E., MSi., menanggapi kehebohan pernyataan Menteri Bahlil Lahadalia ini mengatakan mendukung apa yang dilakukan oleh Gubernur LSM LIRA Papua yang mengkiritisi pernyataan seorang menteri. 

Dalam perkembangannya, ternyata kasus  tersebut menyeret beberapa kasus lama yang melibatkan Bahlil. Bahkan sebelum yang bersangkutan menjabat sebagai Menteri seperti diungkap Gubernur LSM Lira Papua Toenjes Swansen Maniagasi, S.H dan Sekjen Kampak (Komunitas Masyarakat Adat Antikorupsi) Johan Manbri Rumkoren. Ia meminta KPK ataupun Kejaksaan untuk segera menseriusi dugaan kasus yang diduga dilakukan Bupati Fakfak Mohammad Uswanas saat itu (saat dilaporkan) dan menyeret nama pengusaha Bahlil Lahadalia yang kini menjabat sebagai Menteri Investasi / Kepala BPKM. Menurut dia pihaknya pernah melaporkan kasus ini ke Kejati Papua 2012 dan KPK 2013 lalu. Tapi realisasi proses hukumnya belum tuntas, masih mengambang hingga sekarang. “Kami mempertanyaan kinerja penegak hukum soal laporan ini. Namun jawabannya tidak memuaskan. Dalam waktu dekat kami akan mendatangi Kejati dan KPK untuk menanyakan soal ini kembali,” katanya.

Sampai berita ini Menteri Bahlil belum memberikan penjelasan resmi. Pesan singkat yang dikirim melalui telepon genggam pribadi belum direspon. Staf humas BKPM Altania yang dihubungi mengatakan sudah menyampaikan pertanyaan namun belum dia ada arahan untuk memberikan jawaban atas konfirmasi yang diajukan. “Kami sudah menerima pertanyaan bapak dan sudah diserahkan ke Pak Balil, namun sampai saat belum ada arahan pada kami untuk memberikan jawaban soal tersebut. Nanti kalau ada arahan untuk menjawab saya akan hubungi bapak,” demikian penjelasannya.

Karena persoalan ini seperti berjalan di tempat, Anis Wanane, Sekretaris LSM LIRA Papua mendesak perkara ini dituntaskan. “Sekarang ini Wakil Ketua MPR, menteri saja ditangkap KPK, padahal tidak aduan dari masyarakat. Ini perkaranya sudah diadukan namun prosesnya seperti jalan di tempat. Dalam waktu dekat kami akan menanyakan hal ini kepada KPK dan Kejati, bagaimana proses kasus ini,” kata Anis Wanane kepada voi.id.