Bupati dan Kepala BPBD Kolaka Timur Jadi Tersangka Korupsi, KPK Sita Uang Rp225 Juta
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang sebesar Rp225 juta dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang menjerat Bupati Kolaka Timur Andi Merya Nur dan Kepala BPBD Kolaka Timur Anzarullah.
Hal ini disampaikan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat menjelaskan kronologi OTT yang dilaksanakan pada Selasa, 21 September.
"KPK mengaman AZR, AMN, dan pihak lainnya serta uang sejumlah Rp225 juta," kata Ghufron dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube KPK RI, Rabu, 22 September.
Operasi senyap berawal saat KPK menerima informasi dari masyarakat akan adanya dugaan penerimaan sejumlah uang dari penyelenggara negara yang telah disiapkan Anzarullah.
"Tim KPK selanjutnya bergerak dan mengikuti AZR yang telah menyiapkan uang sejumlah Rp225 juta," ujar Ghufron.
Tak hanya itu, KPK juga memantau percakapan Anzarullah dengan ajudan Andi Merya untuk meminta waktu bertemu. Pertemuan itu, sambung Ghufron, dilakukan di rumah dinas Bupati.
Saat pertemuan itu, Anzarullah membawa uang sebesar Rp225 juta yang akan segera diserahkan. Hanya saja, karena sedang ada pertemuan kedinasan, Andi Merya meminta agar uang diserahkan lewat ajudannya di rumah pribadinya yang ada di Kendari.
Namun, keinginan itu diendus KPK sehingga penangkapan dilakukan. Selain Andi Merya dan Anzarullah, tim penindakan juga membawa empat orang yang jadi ajudan.
"Semua pihak yang diamankan kemudian dibawa ke Polda Sulawesi Tenggara untuk dilakukan permintaan keterangan dan selanjutnya dibawa ke gedung KPK Merah Putih untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan," ujar Ghufron.
Ada pun kasus ini bermula ketika Maret hingga Agustus lalu, Andi Merya dan Anzarullah menyusun proposal dana hibah BNPB yang berupa dana rehabilitasi dan rekonstruksi serta dana siap pakai.
"Kemudian awal September 2021, AMN dan AZR datang ke BNPB Pusat di Jakarta untuk menyampaikan paparan terkait dengan pengajuan dana hibah logistik & peralatan, di mana Pemkab Kolaka Timur memperoleh dana hibah BNPB yaitu Hibah Relokasi dan Rekonstruksi senilai Rp26,9 miliar dan Hibah Dana Siap Pakai senilai Rp12,1 miliar," ungkap Ghufron.
Baca juga:
- KPK Tetapkan Bupati Kolaka Timur Andi Merya Nur dan Kepala BPBD Tersangka Suap Infrastruktur dari Dana Hibah BNPB
- Perintah Tegas Jokowi: Jangan Ada yang Backing Mafia Tanah!
- Gerak Cepat, Polisi Langsung Teliti Laporan Luhut
- Pemerintah Bakal Tentukan Libur Nasional dan Cuti Bersama 2022 Mengikuti Perkembangan COVID-19
Selanjutnya, Anzarullah meminta Andi Merya agar proyek yang dananya berasal dari hibah BNPB dikerjakan oleh orang kepercayaan serta pihak lain yang membantu proses pencairan.
Ada dua proyek yang kemudian sudah diminta Anzarullah untuk dikerjakannya. Proyek tersebut adalah paket belanja jasa konsultasi perencanaan pekerjaan jembatan 2 unit di Kecamatan Ueesi senilai Rp714 juta dan belanja jasa konsultansi perencaaan pembangunan 100 unit rumah di Kecamatan Uluiwoi senilai Rp175 juta.
Atas permintaan itu, Andi Merya menyetujui dan Anzarullah akan memberikan fee sebesar 30 persen. "Selanjutnya AMN memerintahkan AZR untuk berkoordinasi langsung dengan Dewa Made Ratmawan, Kabag ULP agar memproses pekerjaan perencanaan lelang konsultan dan menguploadnya ke LPSE sehingga perusahaan milik AZR dan/atau grup AZR dimenangkan serta ditunjuk menjadi konsultan perencana pekerjaan 2 proyek dimaksud," jelas Ghufron.
Berikutnya, Andi Merya juga meminta uang sebesar Rp250 juta atas dua proyek tersebut dan Anzarullah menyerahkan uang sebesar Rp25 juta lebih dulu. "Sedangkan sisanya sebesar Rp225 juta sepakat akan diserahkan di rumah pribadi AMN," ujarnya.
Atas perbuatannya, Anzarullah sebagai pemberi disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara Andi Merya sebagai penerima disangka melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.