Komitmen Fee Rp250 Juta Antarkan Bupati Kolaka Timur Andi Merya ke Rutan KPK
Jumpa pers penetapan Bupati Kolaka Timur Sultra Andi Merya tersangka korupsi (tangkap layar YouTube KPK RI)

Bagikan:

JAKARTA - Bupati Kolaka Timur Andi Merya Nur dan Kepala BPBD Kolaka Timur Anzarullah kini resmi menggunakan rompi oranye tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka berdua ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan suap pengadaan infrastruktur yang berasal dari dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Penetapan ini dilakukan setelah KPK melaksanakan operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa, 21 September yang merupakan hasil laporan masyarakat.

"KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka sebagai berikut AMN (Andi Merya Nur) Bupati Kolaka Timur periode 2021-2026 dan AZR (Anzarullah) Kepala BPBD Kolaka Timur," kata Wakil Ketua Nurul Ghufron dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube KPK RI, Rabu, 22 September.

Setelah menggunakan rompi oranye, keduanya akan ditahan selama 20 hari ke depan hingga 11 Oktober di rutan yang berbeda. Andi Merya ditahan di Rutan KPK Cabang Gedung Merah Putih sedangkan Anzarullah ditahan di Rutan KPK Kavling C1.

Ghufron lantas menjelaskan operasi senyap yang menjaring keduanya bersama empat ajudan bupati -yang kemudian dibebaskan- bermula saat KPK mendapat informasi adanya penerimaan sejumlah uang dari penyelenggara negara. Uang itu, sambungnya, sudah disiapkan oleh Anzarullah.

Tak hanya itu, komisi antirasuah juga memantau percakapan Anzarullah dengan ajudan Andi Merya untuk meminta waktu bertemu. Pertemuan itu, sambung Ghufron, dilakukan di rumah dinas Bupati.

Saat pertemuan itu, Anzarullah membawa uang sebesar Rp225 juta yang akan segera diserahkan. Hanya saja, karena sedang ada pertemuan kedinasan, Andi Merya meminta agar uang diserahkan lewat ajudannya di rumah pribadinya yang ada di Kendari.

Namun, keinginan itu terburu diendus KPK sehingga penangkapan dilakukan. Selain Andi Merya dan Anzarullah, tim penindakan juga membawa empat orang ajudan.

Dalam operasi ini, KPK juga menemukan barang bukti berupa uang sebesar Rp225 juta yang kemudian diamankan sebagai barang bukti.

"Semua pihak yang diamankan kemudian dibawa ke Polda Sulawesi Tenggara untuk dilakukan permintaan keterangan dan selanjutnya dibawa ke Gedung KPK Merah Putih untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan," ujar Ghufron.

Lalu bagaimana konstruksi kasus dugaan suap ini?

Ghufron menjelaskan kasus ini bermula ketika Maret hingga Agustus lalu, Andi Merya dan Anzarullah menyusun proposal dana hibah BNPB yang berupa dana rehabilitasi dan rekonstruksi serta dana siap pakai.

"Kemudian awal September 2021, AMN dan AZR datang ke BNPB Pusat di Jakarta untuk menyampaikan paparan terkait dengan pengajuan dana hibah logistik & peralatan, dimana Pemkab Kolaka Timur memperoleh dana hibah BNPB yaitu Hibah Relokasi dan Rekonstruksi senilai Rp26,9 miliar dan Hibah Dana Siap Pakai senilai Rp12,1 miliar," ungkap Ghufron.

Selanjutnya, Anzarullah meminta Andi Merya agar proyek yang dananya berasal dari hibah BNPB dikerjakan oleh orang kepercayaan serta pihak lain yang membantu proses pencairan.

Ada dua proyek yang kemudian sudah diminta Anzarullah untuk dikerjakannya. Proyek tersebut adalah paket belanja jasa konsultasi perencanaan pekerjaan jembatan 2 unit di Kecamatan Ueesi senilai Rp714 juta dan belanja jasa konsultansi perencaaan pembangunan 100 unit rumah di Kecamatan Uluiwoi senilai Rp175 juta.

Atas permintaan itu, Andi Merya menyetujui dan Anzarullah akan memberikan fee sebesar 30 persen. "Selanjutnya AMN memerintahkan AZR untuk berkoordinasi langsung dengan Dewa Made Ratmawan, Kabag ULP agar memproses pekerjaan perencanaan lelang konsultan dan menguploadnya ke LPSE sehingga perusahaan milik AZR dan/atau grup AZR dimenangkan serta ditunjuk menjadi konsultan perencana pekerjaan 2 proyek dimaksud," jelas Ghufron.

Berikutnya, Andi Merya juga meminta uang sebesar Rp250 juta atas dua proyek tersebut dan Anzarullah menyerahkan uang sebesar Rp25 juta lebih dulu. "Sedangkan sisanya sebesar Rp225 juta sepakat akan diserahkan di rumah pribadi AMN," ujarnya.

Dua tersangka lolos dari hukuman mati

Andi Merya dan Anzarullah dipastikan tak akan dijerat Pasal 2 Ayat 2 UU Tipikor tentang hukuman mati bagi pelaku rasuah terkait bencana. KPK beralasan pasal ini belum bisa diterapkan karena dugaan korupsi yang berawal dari OTT ini berkaitan dengan suap untuk memenangkan proyek pembangunan infrastruktur.

"Yang kami tangkap ini adalah pada saat pemberian hadiah atau janji barang berupa uang Rp250 juta melalui dua tahap yaitu Rp25 juta dan Rp225 juta agar dimenangkan pada tahap penentuan konsultan," jelas Ghufron.

Ia menjelaskan Andi menerima suap dari Kepala BPBD Kolaka Timur Anzarullah agar perusahaannya mendapat dua proyek yang berasal dari dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Hanya saja, kedunya justru terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) saat proses pemilihan dilakukan.

Atas dasar itulah Andi dan Anzarullah bebas dari hukuman mati. Ghufron menyebut jika tindakan keduanya telah berujung pengesahan pemenang, penggunaan Pasal 2 ayat 2 Undangan-Undang Tipikor bisa digunakan.

"Kecuali, proses penentuan konsultannya sudah terjadi, dan kemudian ada melawan hukum karena adanya suap ini baru bisa masuk ke Pasal 2 ayat 2. Tapi, ini sedang berjalan," tutur Ghufron.

Meski begitu, Ghufron tak menepis kemungkinan penggunaan hukuman mati dalam bagi keduanya saat pendalaman kasus nantinya. KPK, kata dia, memastikan tak akan pandang bulu untuk mengusut dugaan korupsi ini.

"Apakah nanti memungkinkan ke Pasal 2 ayat 2 tentu masih kami akan proses lebih lanjut? Ini suap untuk proses pemenangan yang sedang berlangsung, belum selesai," pungkasnya.