Irak Menginvasi Iran Lalu Menciptakan Konflik Berkepanjangan dalam Sejarah Hari Ini 22 September 1980

JAKARTA - Perang Iran-Irak merupakan konflik militer berkepanjangan yang berlangsung pada 1980-an. Invasi Irak itu beroperasi pada hari ini 22 September 41 tahun lalu atau pada 1980, dimulai dengan penyerbuan perbatasan Iran.

Penyerbuan dari pinggir Irak bukan tanpa alasan. Di situ ada wilayah kaya minyak bernama Khuzestan. Invasi kemudian meluas dengan merebut Kota Khorramshahr beberapa bulan kemudian.

Mengutip Britannica, selain daerah penghasil minyak, Khuzestan juga merupakan wilayah yang sebagian besar dihuni oleh etnis Arab. Melihat hal tersebut, Irak menganggapnya sebagai usaha memperluas bentuk kekuasaan.

Presiden Irak Saddam Hussein juga ingin menegaskan kembali kedaulatan Irak atas tepian Shaṭṭ al-Arab, sebuah sungai yang terbentuk dari pertemuan Sungai Tigris dan Sungai Efrat yang secara historis merupakan perbatasan antara Iran dan Irak.

Saddam Hussein juga saat itu khawatir akan upaya pemerintah Iran yang menghasut pemberontakan mayoritas Syiah Irak. Dengan menginvasi Iran, Irak mengambil keuntungan dari kekacauan tersebut dan mengisolasi pemerintahan Iran. Irak juga berhasil mendemoralisasi dan membubarkan pasukan bersenjata reguler Iran.

Pasukan Irak yang tengah mengatur strategi (Sumber: Wikimedia Commons)

Tetapi kemajuan Irak terhenti ketika Iran melakukan perlawanan keras. Iran menambah milisi revolusioner untuk pasukan angkatan bersenjata reguler. Pada 1981, Iran mampu melancarkan serangan balasan dan pada awal 1982, Iran mendapatkan kembali hampir semua wilayah yang sebelumnya direbut Irak.

Pada akhir 1982, pasukan Irak ditarik ke garis perbatasan sebelum perang, Irak pun berusaha mengajukan perdamaian. Namun Iran di bawah kepemimpinan Ruhollah Khomeini, yang memiliki permasalahan pribadi yang kuat terhadap Saddam Hussein, bersikeras melanjutkan perang dalam upaya untuk menggulingkan pemimpin Irak.

Konflik panjang

Perlawanan Iran yang bisa mengimbangi Irak membuat konflik berkepanjangan. Kedua belah pihak melancarkan serangan udara dan rudal terhadap kota-kota, daerah militer, fasilitas perminyakan serta transportasi. Hal tersebut mendorong AS dan negara Barat lainnya mengirim kapal perang ke Teluk Persia untuk mengatur produksi minyak ke pasar global.

Kedua pihak terus unjuk kekuatan. Meski Iran dapat kembali mengambil alih wilayahnya, tapi persenjataan canggih Irak dan pasukannya elitnya yang terlatih masih terus membayangi.

Ditambah lagi Irak juga mendapat sokongan Arab Saudi, Kuwait, dan negara-negara Arab lain. Selain itu negara-negara barat termasuk AS juga diam-diam disebut turut mendukung Irak.

Penggunaan masker saat Irak menggunakan senjata kimia (Sumber: Wikimedia Commons) 

Rezim Khomeini sebagian besar tetap terisolasi dari komunitas internasional. Satu-satunya sekutu Iran selama konflik adalah Suriah dan Libya. Irak terus mencari perdamaian, tetapi hal tersebut memicu kemarahan masyarakat internasional. Hal tersebut dikarenakan Irak menggunakan senjata kimianya terhadap pasukan Iran dan warga sipil Kurdi di Irak, yang dianggap bersimpati kepada Iran.

Pada musim semi 1988, Iran semakin terdemoralisasi karena banyak serangan yang gagal selama bertahun-tahun. Irak pun meluncurkan serangkaian serangan daratnya sendiri.

Irak mendapatkan keuntungan penyerangan darat, meyakinkan para pemimpin ulama Iran bahwa mereka memiliki sedikit harapan untuk menang. Sampai akhirnya pada Juli 1988, kedua negara sepakat untuk menerima gencatan senjata yang ditengahi PBB di bawah Resolusi Dewan Keamanan 598. Perang resmi berakhir pada 20 Agustus 1988.

Pada Agustus 1990, ketika Irak disibukkan dengan invasinya ke Kuwait, Irak dan Iran memulihkan hubungan diplomatik. Irak menyetujui persyaratan Iran untuk menarik pasukan Irak dari wilayah Iran, pembagian kedaulatan atas jalur air Shaṭṭ al-ʿArab, dan pertukaran tawanan perang.

Jumlah korban akibat Perang Irak-Iran sangat besar tetapi sama-sama tidak pasti. Perkiraan total korban berkisar dari 1.000.000 hingga dua kali lipat jumlah itu. Jumlah yang tewas di kedua belah pihak mungkin 500.000 orang, dengan Iran menderita kerugian lebih besar. Hal tersebut dikarenakan hampir semua negara Arab mendukung Irak selama perang untuk melawan Iran.

*Baca Informasi lain soal SEJARAH HARI INI atau baca tulisan menarik lain dari Putri Ainur Islam.

SEJARAH HARI INI Lainnya