Respons Putusan MA Terkait TWK, Novel: Kami Tunggu Penyelesaian dari Presiden

JAKARTA - Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Novel Baswedan menyatakan menunggu langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait nasib para pegawai KPK yang tak lolos Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) sesuai putusan Mahkamah Agung (MA).

Hal ini disampaikannya untuk merespons putusan MA yang menolak uji materi terkait Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2021 tentang alih status pegawai KPK.

"Mengingat sesuai dgn JR dari MA yang menyatakan bahwa tindak lanjut dari TMS adalah domain pemerintah maka selanjutnya hanya menunggu respon dari Presiden terkait dengan hal ini," kata Novel dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan yang dikutip Jumat, 10 September.

Ia lantas menyinggung pegawai KPK yang dinyatakan tak lolos telah mengajukan banding administrasi kepada Presiden selaku atasan Pimpinan KPK pada Juli lalu tapi belum dibalas. Pengajuan ini dilakukan setelah mereka menyampaikan keberatan pada Pimpinan KPK yang berujung penolakan.

Hanya saja, para pegawai menganggap banding administrasi ini sudah diterima karena berdasarkan Pasal 77 Ayat 4 UU Nomor 30 Tahun 2014.

"Berdasarkan Pasal 77 ayat (4) UU Nomor 30/2014 tentang Administasi Pemerintahan bahwa dalam waktu 10 hari kerja setelah keberatan atau banding administasi disampaikan lalu tidak dijawab, maka dianggap diterima," ujarnya.

Selain itu, penyidik nonaktif ini juga mengatakan pelaksanaan TWK juga sarat akan perbuatan melawan hukum berdasarkan temuan Ombudsman RI dan Komnas HAM. Sehingga harusnya, polemik status kepegawaian ini bisa segera diselesaikan oleh Presiden Jokowi.

"Berdasarkan hal-hal tersebut, dengan telah dikeluarkan keputusan MK, MA, banding Administrasi, rekomendasi Ombudsman RI dan rekomendasi Komnas HAM maka sekarang hanya menunggu penyelesaian masalah ini dari Presiden," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) menolak uji materiil terhadap Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi Menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara (Perkom 1/2021).

Uji materiil Perkom 1/2021 tersebut diajukan dua orang pegawai KPK yaitu Yudi Purnomo dan Farid Andhika.

Ada tiga alasan majelis hakim uji materiil menolak permohonan kedua pegawai KPK tersebut. Pertama, majelis menilai secara substansial desain pengalihan pegawai KPK menjadi ASN mengikuti ketentuan dalam UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan peraturan pelaksanaannya, dan salah satu yang telah diterima sebagai ukuran objektif untuk memenuhi syarat pengisian jabatan tersebut adalah TWK yang juga menjadi syarat saat seleksi ASN dan saat pengembangan karier PNS.

Kedua, majelis menyebut Perkom 1/2021 merupakan peraturan pelaksanaan dari PP 41/2020 dan UU 19/2019 sehingga asesmen TWK merupakan suatu sarana (tool) berupa norma umum yang berlaku bagi pegawai KPK sebagai persyaratan formal yaitu pegawai KPK yang setia dan taat pada Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah yang sah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 3 huruf b PP 41/2020.

"Para pemohon tidak dapat diangkat menjadi ASN bukan karena berlakunya Perkom 1/2021 yang dimohonkan pengujian, namun karena hasil asesmen TWK Para Pemohon sendiri yang TMS, sedangkan tindak lanjut dari hasil asesmen TWK tersebut menjadi kewenangan pemerintah," demikian pertimbangan majelis.

Alasan ketiga, pertimbangan Putusan MK Nomor 70/PUU-XVII/2019 dan Putusan MK Nomor 34/PUUXIX/2021 mengenai persoalan usia pegawai KPK yang telah mencapai usia 35 tahun dan dikhawatirkan akan kehilangan kesempatan menjadi ASN tidak terkait dengan asesmen TWK.

"Jadi, pertimbangan kedua Putusan MK di atas tidak dapat diterapkan terhadap norma asesmen TWK yang diatur dalam Perkom 1/2021," ungkap majelis.