DPR Tidak Setuju Kalung Anti COVID-19 Bakal Diproduksi Massal

JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) mengklaim menemukan kalung anti COVID-19. Bahkan, Kementerian yang dipimpin oleh Syahrul Yasin Limpo akan membuat kalung ini secara massal, meski masih menjadi pro dan kontra. Alasannya karena sudah melalui uji laboratorium pertanian terhadap virus influenza, serta betacorona dan gammacorona.

Menanggapi hal ini, Anggota Komisi IX DPR RI Nety Prasetiyani meminta pemerintah dalam hal ini Kementan tidak gegabah. Dia ingin pemerintah melakukan uji saintifik secara mendalam sebelum dilakukan produksi secara massal. Apalagi hal itu tentunya berkaitan dengan anggaran yang besar.

Menurut dia, sebaiknya dana itu digunakan untuk keperluan yang sudah nyata terkait penanganan COVID-19. Bukan kegiatan yang nantinya akan merugikan keuangan negara di tengah kondisi ekonomi yang tidak bagus.

"Jangan sampai pemerintah blunder dalam menggulirkan kebijakan terhadap kalung antivirus ini yang berpotensi pada kerugian keuangan negara terkait proses produksi secara massal," kata Netty kepada wartawan di Jakarta, Senin, 6 Juli.

Kata dia, daripada membuang anggaran untuk memproduksi produk yang belum teruji secara ilmiah, Netty menyarankan pemerintah memfokuskan anggaran yang ada untuk hal yang lebih mendesak dalam penanganan COVID-19, seperti pengadaan PCR test, reagen, dan sejenisnya.

"Termasuk fokus pada industrialisasi alat kesehatan hasil inovasi yang sudah terbukti dan dibutuhkan oleh masyarakat seperti ventilator murah buatan anak bangsa dan inovasi lainnya," tegas Netty. 

Sementara Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS Hamid Noor Yasin juga menanggapi adanya wacana produksi kalung ini. Menurut dia, upaya Kementan ini terlalu terburu-buru. Bahkan, yang menjadi persoalan kalung ini diklaim mampu menyembuhkan COVID-19 padahal belum ada uji klinis.

"Upaya Kementan ini terlalu terburu-terburu dalam merilis produk kalung aromaterapi yang masih tergolong jamu, bukan obat. Menjadi persoalan sudah ada klaim dapat menyembukan COVID-19. Tanpa penjelasan memadai, banyak pihak menyangka klenik atau jimat," ungkap Hamid dikutip dari situs DPR RI.

Diketahui, beberapa waktu yang lalu Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo memperkenalkan kalung yang diklaim anti COVID-19. Kalung berisi eucalyptus atau kayu putih diklaim dapat membunuh 42 persen virus corona jika digunakan selama 15 menit dan 80 persen virus corona digunakan selama 30 menit.

"Ini antivirus hasil Balitbangtan, euucalyptus, pohon kayu putih. Dari 700 jenis, 1 yang bisa mematikan corona hasil kita dan hasil lab ini untuk antivirus, dan kita yakin. Bulan depan ini sudah dicetak dan diperbanyak," ungkap Yasin, Jumat, 3 Juli yang lalu.

Kementan juga menyebut dirinya telah mendapatkan hak paten terkait antivirus berbasis eucaplytus ini. Dikutip dari websitenya, selain mematenkan produk tersebut Kementan juga menggandeng PT Eagle Indo Pharma untuk pengembangan dan produksinya. 

Kepala Badan Litbang Pertanian Fadjry Djufry mengatakan penandatangan ini merupakan langkah pemerintah untuk menyikapi pandemi ini. Selain itu, langkah ini diharap jadi bagian dari upaya pemerintah mendukung karya anak bangsa.

"Para peneliti di Balibangtan ini juga bagian dari anak bangsa, mereka berupaya keras menghasilkan sesuatu yang bermanfaat untuk bangsanya. Semoga hal ini mampu menjadi penemuan baik yang berguna bagi kita semua," ungkapnya.

Penemuan itu, kata Fadjry, telah disimpulkan melalui uji moleculer docking dan uji in vitro di Laboratorium Balitbangtan. Kemudian, bahan dasar antivirus yang berasal dari Eucalyptus selama ini dikenal mampu bekerja melegakan saluran pernapasan serta memiliki fungsi lain seperti menghilangkan lendir, pengusir serangga, disinfektan luka, penghilang nyeri, menghilangkan mual, dan mencegah penyakit mulut.

Selain itu, minyak atsiri eucaplytus citridora bisa menjadi antivirus terhadap virus avian influenza (flu burung) subtipe H5N1, gammacorona virus, dan beta corona virus.

"Ini bukan obat oral, ini bukan vaksin, tapi kita sudah lakukan uji efektivitas, secara laboratorium secara ilmiah kita bisa buktikan, paling tidak ini bagian dari upaya kita, minyak eucalyptus ini juga sudah turun menurun digunakan orang dan sampai sekarang tidak ada masalah, sudah puluhan tahun lalu orang mengenal eucalyptus atau minyak kayu putih, meskipun berbeda sebenarnya, tetapi masih satu famili hanya beda genus di taksonomi," pungkasnya.