Melihat Bahaya Klaim Berlebih Kalung Anti COVID-19 di Tengah Masyarakat
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menjadi sorotan publik setelah memperkenalkan kalung yang diklaim mampu mencegah COVID-19 karena mampu membunuh 80 persen virus corona jika digunakan selama 30 menit.

Meski menyebut penemuan itu patut diapresiasi namun sebagai sosiolog, Tantan Hermansyah menganggap apa yang dilakukan Syahrul itu berbahaya.

Sosiolog dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Tantan Hermansyah mengapresiasi keberadaan kalung ini, tapi menganggapnya bahaya. Apalagi saat rapat bersama Komisi IV DPR RI, Kementan mengakui, kalung itu ternyata belum teruji secara klinis mampu melawan virus penyebab COVID-19. Sebab, virus ini baru diuji dan efektif untuk membunuh virus corona belum bermutasi seperti saat ini.

"Saya khawatir masyarakat akan semakin lalai atas COVID-19 ini," kata Tantan saat dihubungi VOI, Rabu, 8 Juli.

Selain lalai, dia menilai, klaim semacam ini akan membuat masyarakat merasa yakin aman dari COVID-19 setelah menggunakan kalung berbahan kayu putih tersebut. Sehingag, masyakarat tak mau lagi menaati protokol kesehatan dan membahayakan kelompok masyarakat lainnya.

Terkait kemunculan penemuan ini, Tantan menduga, masing-masing lembaga didorong untuk mengambil peran dalam melawan pandemi ini. Namun di sisi lain, dia juga tak menampik upaya ini dilakukan sebagai langkah mendapatkan perhatian Presiden Joko Widodo.

"Bisa jadi jika berhasil itu sekaligus membuktikan loyalitas dan komitmen mereka terhadap institusi kekuasaan. Tidak peduli apakah pretasi itu masuk akal atau tidak," tegasnya.

Dia meyakini, penemuan ini sebenarnya juga belum sukses. Sebab, meski risetnya belum sampai tahap akhir namun sentimen negatif sudah banyak dilontarkan publik. Tapi, Tantan meminta semua pihak berprasangka positif jika kalung yang diklaim mampu menangkal COVID-19 itu benar-benar bisa bekerja sesuai harapan.

Kekhawatiran akan kelalaian masyarakat akibat klaim berlebih terhadap benda penangkal COVID-19 juga disampaikan oleh Ketua Komisi IV DPR RI Sudin dalam rapat kerja yang digelar di DPR pada Selasa, 7 Juli. Sudin meminta Kementerian Pertanian tidak terlalu sering mempublikasi kalung yang ini.

Apalagi Kepala Balai Besar Penelitian Veteriner Kementerian Pertanian Ni Luh Putu Indi Dharmayanti menjelaskan kalung dan 4 varian berbahan dasar eucalyptus temuan mereka masih belum sempurna dan masih di dalam tahap uji coba.

"Jangan sampai kalau semua orang pakai ini, 'ah gue mau jalan-jalan ke Wisma Atlit, mau lihat orang kena corona gimana. Gue enggak kena kan gue sudah pakai ini'. Ini pengertiannya. Saran saya, jangan terlalu dipublikasikan sampai benar-benar matang," tegas Sudin dalam rapat kerja tersebut.

Selain Sudin, anggota Komisi IV Fraksi PDIP Mindo Sianipar juga meminta Mentan Syahrul tak berlebihan mempromosikan produk tersebut. Dia bahkan meminta agar Syahrul dan jajarannya melepaskan kalung antivirus itu saat rapat berlangsung.

"Kalau bapak pakai itu sekarang, mohon televisi jangan di-shot itu. Nanti masyarakat jadi berlomba-lomba memakai itu," ungkap Mindo sambil menambahkan hal ini perlu dihindari karena efek dari kalung tersebut masih belum jelas.

"Padahal belum tahu kita ini. Jadi jangan dulu lah yang begituan itu. Maaf nih teman-teman dari Balitbangtan harus lebih selektif menyampaikan itu," imbuhnya.

Sebelumnya, epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman juga menyoroti kalung dan varian produk lainnya yang dikeluarkan oleh Kementan yang kemudian diklaim mampu melawan COVID-19. Dia mengaku bingung, bagaimana sebuah kalung berbahan dasar daun kayu putih atau eucalyptus yang menggantung di leher dianggap bisa menangkal COVID-19. 

Dicky menyebut penyebaran virus corona ini terjadi melalui droplets maupun aerosol. Selain itu, virus ini juga bisa menyebar melalui sentuhan tangan di bagian mata, hidung, dan mulut.

"Jadi kalau letaknya diklaim sesuatu yang ada di leher kemudian bisa memproteksi, itu relevansinya sangat lemah. Relevansi dengan mekanisme penularan," kata Dicky saat dihubungi VOI, Selasa, 7 Juli.

Dia tak menampik, kayu putih atau eucalyptus memang memiliki kandungan antivirus tapi bukan untuk COVID-19. Sehingga, klaim kalung buatan Balitbangtan ini bisa menangkal COVID-19 dianggapnya masih sumir dan butuh diteliti lebih lanjut.

"Memang eucalyptus itu atau daun kayu putih punya sifat antivirus. Tapi yang sudah terkonfirmasi dalam riset itu antivirus yang bukan untuk COVID-19," pungkasnya.