Yang Memilukan dari Kasus Perundungan Pegawai KPI: Kasus Hampir Sedekade, Kenapa Tunggu Viral Baru Diusut?

JAKARTA - Kasus perundungan sekaligus pelecehan seksual yang dialami pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sungguh memilukan. Bagaimana tidak, kasus yang telah terjadi sejak hampir satu dekade lalu itu baru terbongkar sekarang. Ini juga seolah menciptakan kebiasaan kalau sebuah kasus baru akan betul-betul diusut apabila sudah viral di ruang publik. Mau sampai kapan penegakan hukum di Indonesia seperti ini?

MS menyebut pelecehan seksual dan bullying dari para seniornya itu dialaminya sejak 2012. Dia menyebut, para pelaku berani melakukan pelecehan seksual dan bullying pada dirinya karena dianggap 'cupu' dan tak berani melawan.

Pelecehan seksual dan bullying yang diterimanya berawal ketika dirinya kerap disuruh melayani para seniornya. MS merasa tak terima karena ia dan para pelaku punya kedudukan yang sama yaitu sebagai pegawai KPI.

Puncaknya, pada 2015 lalu para pelaku beramai-ramai memegangi kepala, tangan, kaki, menelanjangi, memiting, dan melakukan pelecehan. Bahkan, MS sempat melapor ke pihak kepolisian. Hanya saja, laporannya di Polsek Gambir pada 2019 lalu tidak diterima dan dirinya diminta menyelesaikan masalah secara internal.

Ditolak dua kali

MS kabarnya pernah melaporkan kasusnya ke Polsek Metro Gambir Jakarta Pusat. Namun laporannya ditolak.

"Iya, korban pernah buat laporan tapi tidak ditanggapi karena dianggap tidak cukup bukti," kata pengacara MS, Mualimin Wadah, saat dihubungi Medcom, Kamis, 2 September 2021.

Pegawai KPI itu melaporkan dirinya menjadi korban pecelahan seksual oleh rekan-rekan sekantornya. Kemudian polisi meminta bukti, dan ia tak dapat memberikan bukti.

"Dia sebagai korban tidak punya bukti visual, foto, atau apa, ya tidak sempat. Justru korban yang difoto oleh pelaku dan tidak tahu foto itu di mana," beber Mualimin.

MS bekerja sebagai pegawai kontrak di KPI sejak 2011. Dia kerap menerima perundungan, perbudakan, hingga pelecehan seksual oleh teman-teman sekantor.

"Mereka memegangi kepala, tangan, kaki, menelanjangi, memiting, melecehkan saya dengan mencoret-coret buah zakar saya pakai spidol pada Tahun 2015. Kejadian itu membuat saya trauma dan kehilangan kestabilan emosi," kata MS dalam keterangan tertulis yang viral.

Ilustrasi (Sumber: Unsplash)

MS mengaku sudah dua kali mencoba melapor ke Polsek Gambir. Namun, pengaduan itu mental.

Ia pertama kali melapor ke Polsek Gambir pada 2019. Saat itu, polisi meminta MS mengadukan terlebih dahulu kepada atasan supaya permalasahan diselesaian secara internal. "Justru petugas bilang lapor ke atasan dulu. Biarkan internal kantor yang menyelesaikan," kata Mualimin.

Selang setahun, karena perundungan masih terus terjadi, MS kembali melapor ke Polsek Gambir. MS berharap laporannya diproses dan pelaku diperiksa. "Tapi di kantor polisi, petugas tidak menganggap cerita saya serius dan malah mengatakan, 'Begini saja pak, mana nomor orang yang melecehkan Bapak, biar saya telepon orangnya'".

Kendati begitu polisi membantah pernah menolak laporan MS ke Polsek Gambir. Kepolisian mengatakan laporan baru mereka terima pada Kamis 2 September.

"Apa yang tersebar pelapor pernah melaporkan ke Polsek Gambir, belum pernah ada laporan dan (MS) mengaku tidak pernah dia melapor. Baru tadi malam (melapor)," ucap Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus kepada wartawan, Kamis, 2 September.

Pelaporan MS kemudian baru dilakukan setelah anggota dari Polres Metro Jakarta Pusat mendatangi kediamannya. Dalam pertemuan tersebut MS akhirnya membuat laporan polisi (LP).

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus (Foto: Rizki/VOI)

Kenapa menunggu viral?

Pakar Hukum Pidana, Suparji Ahmad mempertanyakan pihak KPI yang tidak memberi sanksi tegas kepada pelaku sejak dulu. Ia menyayangkan mengapa baru setelah viral investigasi diselenggarakan secara mendalam. Padahal korban sudah beberapa kali melapor.

"Speak up MS ini patut diapresiasi. Sebab tindakannya begitu berani, dan akhirnya mendapat respon positif dari masyarakat," kata Suparji kepada VOI.

Suparji mengatakan tindakan yang dialami MS sama sekali tak mencerminkan sifat kemanusiaan. "Terlebih hal ini terjadi di lingkungan KPI, yang notabene kerja mereka terkait dengan nilai dan moral yang dianut di Indonesia," kata Suparji.

Lebih miris lagi, terduga pelaku merupakan orang-orang yang sudah dewasa. Dan korban pun sudah punya anak dan keluarga. "Amat memprihatinkan kasus ini," ujar Suparji.

Suparji berharap, ada tindakan tegas terkait kasus ini. Mengingat MS sudah secara resmu melalukan pengaduan didampingi oleh pihak KPI.

"Semua yang terlibat dalam kasus ini harus ditindak tegas. Saya menilai, hal ini tak bisa diselesaikan dengan restorative justice mengingat peristiwa sudah berlangsung selama bertahun-tahun dan psikis korban sudah terdampak," kata dia.

*Baca Informasi lain soal KRIMINAL atau baca tulisan menarik lain dari Ramdan Febrian Arifin.

 

BERNAS Lainnya