Bawaslu: Pandemi COVID-19 Sebabkan Kerawanan Pilkada 2020 Meningkat

JAKARTA - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI meluncurkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pilkada 2020 terbaru. Hasilnya, Bawaslu mencatat tingkat kerawanan Pilkada 2020 meningkat karena adanya pandemi COVID-19. 

Anggota Bawaslu M Afifuddin mengatakan, pada pemutakhiran indeks tersebut, Bawaslu memasukkan konteks pandemi COVID-19 yang terjadi selama beberapa bulan ini di Indonesia. 

"Pandemi ini memang sangat mempengaruhi penyelenggaraan pilkada," kata Afifuddin dalam konferensi pers Peluncuran Pengawasan Pemilihan Kepala Daerah dan Update Pemetaan Kerawanan Pemilihan 2020 yang ditayangkan di akun YouTube Bawaslu RI, Selasa, 23 Juni.

Dirinya memaparkan, pada IKP Pilkada 2020 terbaru per Juni, terdapat 27 kabupaten/kota yang terindikasi rawan tinggi dalam konteks pandemi.

Daerah tersebut adalah Kota Makassar, Kabupaten Bone Bolango, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Karawang, Kota Manado, Kabupaten Minahasa Utara, Kota Tomohon, dan Kabupate Gowa.

Selanjutnya, Kabupaten Sijunjung, Kota Sungai Penuh, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kota Banjarbaru, Kota Ternate, Kota Depok, Kota Tangerang Selatan, Kota Semarang, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Melawi. 

Selain itu, ada 146 kabupaten/kota yang terindikasi rawan sedang dalam konteks pandemi dan 88 kabupaten/kota ada dalam titik rawan rendah.

Aspek yang diukur dalam konteks pandemi, di antaranya anggaran Pilkada terkait COVID-19, data terkait COVID-19, dukungan pemerintah daerah, resistensi masyarakat terhadap penyelenggaraan pilkada, dan hambatan pengawasan pemilu karena penyebaran virus tersebut. 

Hal lain yang menonjol dalam situasi pandemi adalah konteks infrastruktur daerah. Dalam konteks ini, kata Afif, Bawaslu mengukurnya dalam dua aspek, yaitu dukungan teknologi informasi di daerah dan sistem informasi yang dimiliki penyelenggara pemilu.

"Pada konteks infrastruktur daerah, tidak ada kabupaten/kota yang rawan rendah. 117 kabupaten/kota terindikasi rawan tinggi dan 144 rawan sedang," ungkapnya.

Bawaslu, sambung Afif, juga memutakhirkan kerawanan pada konteks politik dalam penyelenggaraan Pilkada 2020 di tingkat kabupaten/kota. 

Aspek yang diukur dalam konteks ini adalah keberpihakan penyelenggara pemilu, rekruitmen penyelenggara pemilu yang bermasalah, ketidaknetralan ASN, dan penyalahgunaan anggaran.

Hasil penelitian itu menyebut, sebanyak 50 kabupaten/kota ada dalam tingkat kerawanan tinggi pada konteks politik, serta 211 kabupaten/kota ada dalam kerawanan sedang. "Tidak ada daerah yang berada di tingkat kerawanan rendah," tegasnya.

Adapun dalam konteks sosial, Bawaslu mengukur aspek gangguan keamanan seperti bencana alam dan bencana sosial serta aspek kekerasan atau intimidasi pada penyelenggara.

Dalam konteks ini, 40 kabupaten/kota ada pada titik rawan tinggi dan 221 kabupaten/kota rawan sedang. Tidak ada satu pun daerah terindikasi rawan rendah.

Sementara di tingkat provinsi, dari 9 provinsi yang menyelenggarakan pilkada, 3 daerah terindikasi rawan tinggi dalam konteks pandemi, yaitu Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Utara.

Sedangkan 2 provinsi terindikasi rawan rendah dalam konteks pandemi, yaitu Sumatera Barat dan Kepulauan Riau. Dan 4 provinsi ada pada titik rawan sedang, yaitu Sulawesi Tengah, Kalimantan Utara, Bengkulu, dan Jambi.

Dalam konteks sosial, 7 provinsi ada dalam dalam kerawanan sedang, yaitu Sumatera Barat, Jambi, Kalimantan selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Kepulauan Riau, dan Bengkulu. Sementara 2 provinsi dalam kerawanan sedang yaitu Kalimantan Utara dan Kalimantan Tengah.

Atas temuan tersebut, Bawaslu kemudian merekomendasikan 5 hal yang harus dilakukan dalam penyelenggaraan Pilkada 2020 pada 9 Desember.

"Pertama, seluruh pemangku kepentingan penyelenggaraan Pilkada memastikan penyelenggara, peserta pendukung, dan pemilih menerapkan protokol kesehatan dalam pelaksanaan tahapan verifikasi faktual calon perseorangan dan pemutakhiran data pemilih," ungkap Afif.

Selanjutnya, koordinasi para pihak dalam keterbukaan informasi terkait penyelenggaraan Pilkada dan perkembangan ondisi COVID-19 di tiap daerah harus dilakukan.

Para pemangku kepentingan atau penyelenggara Pilkada 2020 juga harus memastikan dukungan anggaran untuk pengadaan alat pelindung diri.

Kemudian, mereka juga harus menjaga kemandirian aparatur pemerintah dari penyalahgunaan wewenang dan anggaran penanggulangan COVID-19 dan mampu menerapkan penggunaan tekonologi informasi yang sesuai dengan kondisi geografis dan kendala yang dialami oleh penyelenggara pemilu di masing-masing daerah.