Bagikan:

JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI kembali meluncurkan indeks kerawanan pilkada (IKP) 2020 yang baru. Sebelumnya, IKP telah diluncurkan pada Februari lalu.

Dalam IKP kali ini, Bawaslu turut memasukkan kerawanan Pilkada karena faktor pandemi COVID-19. Hasilnya tingkat kerawanan Pilkada yang akan dilakukan pada 9 Desember nanti meningkat. 

"Pada pemutakhiran kali ini, Bawaslu memasukkan konteks pandemi yang kita alami beberapa bulan ini. Pandemi ini memang sangat memengaruhi penyelenggaraan pilkada," kata Anggota Bawaslu Afiffudin dalam keterangannya, Selasa, 23 Juni. 

Adapun dua daerah yang paling rawan di Pilkada 2020 adalah Kota Makassar dan Kabupaten Manokwari Selatan. Makassar menjadi kota kerawanan tertinggi dari 20 kabupaten/kota dalam konteks pandemi virus corona. 

Selanjutnya, Kabupaten Bone Bolango, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Karawang, Kota Manado, Kabupaten Minahasa Utara, Kota Tomohon, dan Kabupaten Gowa. 

Kemudian Kabupaten Sijunjung, Kota Sungai Penuh, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kota Banjarbaru, Kota Ternate, Kota Depok, dan Kota Tangerang Selatan. Selanjutnya Kota Semarang, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Melawi.

Selain itu, 146 kabupaten/kota lainnya terindikasi rawan sedang dalam konteks pandemi dan 88 kabupaten kota ada dalam titik rawan rendah dari sisi pandemi.

"Aspek yang diukur dalam konteks pandemi adalah anggaran pilkada terkait COVID-19, data terkait COVID-19, dukungan pemerintah daerah, resistensi masyarakat terhadap penyelenggaraan pilkada, dan hambatan pengawasan pemilu akibat wabah COVID-19," kata Afif. 

Sementara, Manokwari Selatan menjadi kabupaten kerawanan tertinggi dalam konteks politik. Kemudian, Kota Makassar, Kabupaten Lamongan, Kota Sungai Penuh, Kabupaten Mamuju, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Kepulauan Aru dan Kabupaten Agam. 

Secara total, 50 kabupaten/kota ada dalam kerawanan tinggi pada konteks politik. Kemudian, ada 211 kabupaten/kota dalam kerawanan sedang, dan tidak ada daerah yang rawan rendah. 

"Aspek yang diukur dalam konteks ini adalah keberpihakan penyelenggara pemilu, rekruitmen penyelenggara pemilu yang bermasalah, ketidaknetralan ASN, dan penyalahgunaan anggaran," ungkap Afif. 

Atas dasar itu, Bawaslu memiliki sejumlah rekomendasi yang bisa dijadikan panduan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 di 270 daerah tersebut. 

Pertama, penyelenggara, peserta, pendukung, dan pemilih mesti menerapkan protokol kesehatan dalam pelaksanaan tahapan verifikasi faktual calon perseorangan dan pemutakhiran dan pemilih. 

Kedua, harus ada koordinasi para pihak dalam keterbukaan informasi terkait penyelenggaraan pemilihan dan perkembangan kondisi pandemi COVID-19 di setiap daerah. 

Ketiga, penyelenggara pemilu mesti pastikan adanya dukungan anggaran penyediaan alat pelindung diri (APD) dalam pelaksanaan tahapan. Keempat, menjaga kemandirian aparatur pemerintah dari penyalahgunaan wewenangan dan anggaran penanggulangan COVID-19. Kelima, menerapkan penggunaan teknologi informasi yang sesuai dengan kondisi geografis dan kendala yang dialami oleh penyelenggara pemilu.