Buka Penyelidikan Baru, KPK Cari Kerugian Negara di Kasus Suap Bansos Juliari Batubara
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku sedang mencari kerugian negara dari kasus suap bantuans sosial (bansos) COVID-19 yang menjerat mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara. Pencarian ini dilakukan dengan melakukan penyelidikan baru secara terbuka dalam kasus tersebut.
"Lidik terbuka umumnya mencari peristiwa dugaan korupsi penerapan Pasal 2 atau Pasal 3 (UU Tipikor, red) berhubungan dengan kerugian negara," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Sabtu, 7 Agustus.
Upaya ini dilakukan untuk mengusut tuntas kasus bansos COVID-19 di wilayah Jabodetabek tersebut. Sebab, penyidikan sebelumnya lebih berfokus pada penerapan pasal suap.
"Karena seluruh hasil OTT pasti pasal suap atau sejenisnya," jelas Ali.
Diketahui, kasus yang menjerat Juliari memang diawali dengan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap dua anak buahnya yaitu Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono. Keduanya diduga menerima uang dari sejumlah vendor yang mendapat proyek pengadaan bansos.
Baca juga:
- Buka Penyelidikan Baru Kasus Bansos COVID-19, KPK Periksa Juliari Batubara
- Sidang Juliari Batubara Jadi Pintu Masuk KPK Cari Tersangka Lain di Kasus Suap Bansos
- Masihkah Mungkin Hukuman Mati untuk Juliari Batubara?
- KPK Berkilah Soal Tak Tuntut Juliari Seumur Hidup: Bicara Fakta dan Kondisi Kebatinan Masyarakat
Kembali ke Ali, dia menyebut upaya pengembangan kasus suap bansos demi mencari kerugian negara adalah langkah maju. Alasannya, KPK biasanya hanya berkutat di pasal suap saja.
"Penanganan perkara sebelumnya berhenti di OTT saja sehingga kelanjutannya juga berkutat di soal suap saja," tegasnya.
Meski begitu, dia mengingatkan penyelidikan ini bisa saja tak menemukan hasil karena terkendala banyak hal. "Misalnya, BPK atau BPKP tidak sepakat menghitung kerugian negara," jelas Ali.
"Atau bisa juga tim tidak bisa menemukan unsur melawan hukum formil seperti undang-undang atau peraturan apa saja yang dilanggar maupun kendala teknis hukum lainnya seperti perbedaan tafsir hukum dan lainnya," imbuhnya.
Beberapa waktu lalu, KPK menyebut sidang kasus suap bansos di Pengadilan Tipikor Jakarta jadi pintu masuk untuk mengusut keterlibatan pihak lain. Apalagi dari persidangan itu sejumlah fakta terungkap.
Dalam penyelidikan baru ini, penyidik telah memeriksa Juliari Batubara pada Jumat, 6 Agustus kemarin. Saat itu, mantan politikus PDI Perjuangan ini diklarifikasi sejumlah hal untuk pengembangan kasus suap bansos COVID-19 ini.
Diberitakan sebelumnya, JPU KPK menuntut Juliari Peter Batubara 11 tahun penjara dalam kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) COVID-19. Selain itu, Dia juga dituntut dengan pidana denda sebesar Rp500 juta subsider 2 tahun penjara.
Selain itu, Juliari juga diharuskan membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp14,5 miliar sebagai hukuman tambahan. Bahkan, jika tak bisa membayar, harta kekayaannya akan dilelang untuk membayarkan uang pengganti tersebut.
Bila hasil lelang harta kekayaannya tak mencukupi, maka dia bisa dijatuhi hukuman tambahan selama dua tahun. Berikutnya, mantan politikus PDI Perjuangan ini juga dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokok.