Kementerian BUMN Akui Banyak Cucu dan Cicit Perusahaan Pelat Merah Berdiri Tanpa Izin
JAKARTA - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengakui banyak perusahaan pelat merah yang tidak mengajukan izin dalam mendirikan cucu dan cicit usaha. Padahal, pemerintah mewajibkan setiap BUMN untuk mengajukan izin terlebih dahulu.
Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga mengatakan, salah satu alasan pihaknya melakukan pembenahan di anak hingga cicit BUMN karena banyaknya perusahaan yang tidak memiliki izin.
"Sebenarnya harus izin. Tetapi ternyata banyak (cucu dan cicit) yang tidak ada izinnya, bikin juga. Makanya kami lakukan pembenahan mulai merampingkan, dan mulai menghapuskan anak-anak perusahaan dan cicitnya karena dianggap tidak efesien," ucapnya, dalam diskusi virtual, Selasa, 16 Juni.
Arya mengatakan, awalnya BUMN itu hanya ada sekitar 140 perusahaan, lalu berkembang punya anak perusahaan, cucu, dan cicit. Saat ini semuanya berjumlah lebih dari 800 perusahaan di bawah BUMN.
Lebih lanjut, Arya menjelaskan, BUMN kerap membuat cucu hingga cicit usaha karena perusahaan tersebut mendapatkan proyek baru. Cucu atau cicit usaha tersebut sengaja dibuat untuk mengerjakan proyek tersebut.
"Jadi gini, ada proyek satu, langsung bikin anak dan cucunya perusahaan. Ada joint venture bikin perusahaan. Ada misalnya proyek infrakstruktur, siapa yang mengerjakan? Ya BUMN itu juga, supaya uangnya masuk ke perusahaan itu semua, kemudian bikin anak perusahaan. Proyek selesai, anak perusahaan masih ada," ucapnya.
Tak hanya itu, menurut Arya, ada BUMN yang membuat cucu atau cicit usaha bodong. Artinya, jajaran direksi, komisaris dan proyek yang dikerjakan oleh perusahaan sudah tidak ada, namun nama perusahaan tetap ada.
"Ada yang bodong, proyek udah tidak ada, komisaris udah tidak ada, tapi PT masih ada. Mau enggak mau harus bayar pajak. Ini yang kami harapkan ada tertib administrasi, memang jadi kerjaan besar lah," tuturnya.
Sekadar informasi, terkait dengan banyaknya anak, cucu hingga cicit BUMN, Menteri BUMN Erick Thohir mengeluarkan larang sementara (moratorium) perusahaan BUMN untuk membentuk anak usaha dan perusahaan patungan.
Larangan ini tercantum dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor SK-315/MBU/12/2019 tentang Penataan Anak Perusahaan atau Perusahaan Patungan di Lingkungan BUMN. Aturan ini ditetapkan pada 12 Desember 2019.
Baca juga:
Di dalam peraturan tersebut, alasan kebijakan ini dilakukan karena pemerintah ingin melakukan penataan dan evaluasi terhadap seluruh anak usaha dan perusahaan patungan yang dimiliki oleh BUMN.
Pendirian anak usaha dan perusahaan patungan di lingkungan BUMN bakal dihentikan sementara sampai Menteri BUMN melakukan pencabutan atas kebijakan tersebut. Kebijakan ini akan berlaku untuk perusahaan yang terafiliasi dengan BUMN, termasuk cucu usaha BUMN.
Namun, dikecualikan kepada pendirian anak perusahaan atau perusahaan patungan yang mengikuti tender dan atau tengah melaksanakan proyek-proyek BUMN di bidang usaha jasa konstruksi dan atau pengusahaan jalan tol.
Direksi yang didukung oleh dewan komisaris dan dewan pengawas juga harus mengajukan izin pendirian anak usaha dan perusahaan patungan kepada tim yang dibentuk oleh Kementerian BUMN.
Erick Pangkas Usaha BUMN
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengaku, telah memangkas 35 perusahaan pelat merah. Ia menjelaskan, yang semula jumlahnya sebanyak 142 perusahaan, saat hanya tersisa 107 BUMN.
Erick berujar, langkah ini bagian dari efisiensi perusahaan di internal BUMN. Apalagi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan keputusan presiden (kepres) nomor 10 tahun 2020 tentang pembentukan tim percepatan restrukturisasi BUMN.
"Alhamdulilah Presiden telah terbitkan Keppres tentang pembentukan tim percepatan restrukturisasi BUMN, tapi sebatas menggabungkan atau likuidasi, tapi bukan berarti menjual asetnya," tuturnya, dalam rapat kerja dengan Komisi VI, Selasa, 9 Juni.
Tak cukup sampai di situ, Erick berniat mengurangi lagi perusahaan pelat merah yang saat ini berjumlah 107 perusahaan. Langkah ini juga bagian dari tndak lanjut dari Keppres 10/2020.
"Tentu ini akan kami turunkan terus kalau bisa sampai ke angka 70 hingga 80 ke depannya," ucapnya.
Restrukturisasi bisnis BUMN ini, kata Erick, bertujuan untuk menjaga kesehatan dan memperbaiki kinerja dan internal BUMN. Apalagi, dengan adanya pagebluk COVID-19 menjadi hal yang tepat untuk melakukan perbaikan.