Khawatir 'Nyanyian' Harun Masiku Mirip Nazaruddin di Kasus Hambalang, MAKI: Jadi Red Notice Hanya Lip Service KPK

JAKARTA - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman pesimis Harun Masiku segera tertangkap meskipun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menginformasikan bahwa National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia telah menerbitkan red notice.

"Sangat-sangat pesimis," kata Boyamin di Jakarta dilansir dari Antara, Senin, 2 Agustus. 

Pengumuman diterbitkannya red notice terhadap Harun Masiku merupakan lip service karena terkesan tidak serius. Peringatan atas lebih dari 500 hari buronnya politisi PDI Perjuangan itu, lanjutnya, seolah membuat KPK melakukan upaya pergerakan untuk menangkap Masiku.

Pun, pengumuman penerbitan red notice yang dilakukan KPK pada Jumat lalu hanya sekadar menghindari kritik masyarakat. Selain itu, penerbitan itu menjadi tidak begitu berguna ketika baru dikeluarkan lebih dari satu tahun sejak Masiku buron.

Boyamin mengatakan, pemberitahuan buronan internasional itu seharusnya langsung dapat diterbitkan sejak Harun Masiku diketahui menghilang.

Boyamin juga menjelaskan ganjalan terbesar berlarutnya kasus Harun Masiku ialah semata-mata akibat alasan nonteknis.

"Semata-mata alasan nonteknis karena banyak kepentingan yang dikhawatirkan terbongkar jika Harun Masiku tertangkap dan 'bernyanyi' seperti jaman Nazaruddin membongkar kasus Hambalang dan e-KTP," ujarnya.

Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri pada Jumat lalu menginformasikan bahwa NCB Interpol Indonesia telah menerbitkan red notice atas nama Harun Masiku.

Ali mengatakan KPK terus bekerja dan serius berupaya mencari dan menangkap Masiku yang sebelumnya telah ditetapkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) KPK dalam kasus korupsi pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI.

"KPK berharap bisa menangkap DPO Harun Masiku," kata Ali dalam keterangannya di Jakarta. 

Kasus Harun Masiku turut menjerat mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan yang dijatuhi pidana penjara selama tujuh tahun dan denda sebesar Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah pencabutan hak politik dalam menduduki jabatan publik selama lima tahun sejak menjalani pidana pokok.

Sementara kader PDI Perjuangan Agustiani Tio Fridelina yang ikut menerima suap sebesar Rp 60 juta dari Masiku divonis 4 tahun penjara.

Suap tersebut ditujukan agar Wahyu dapat mengupayakan agar KPU menyetujui permohonan PAW dari anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Dapil Sumatera Selatan 1 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.