Komisi X DPR Mundurnya Rektor UI Diharapkan Bisa Bikin UI dan BRI Fokus dalam Pelayanan Publik

JAKARTA - Anggota Komisi X DPR menilai mundurnya Rektor Universitas Indonesia (UI) Ari Kuncoro dari jabatan Wakil Komisaris Utama/Independen Bank BRI adalah langkah tepat ditengah polemik rangkap jabatan di instansi penyelenggara pelayanan publik.

Menurut Anggota Komisi X DPR RI Himmatul Aliyah, dengan pengunduran diri tersebut, baik UI maupun Bank BRI diharapkan dapat lebih fokus dalam menyelenggarakan pelayanan publik yang layak, sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik. Sehingga masyarakat mendapat pelayanan yang berkualitas.

 

"Jadi pengunduran diri tidak semata reaksi atas tuntutan masyarakat, tetapi juga komitmen terhadap penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana diatur dalam UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik," ujar Himmatul, Jumat, 23 Juli.

Politikus Gerindra itu berharap, langkah pengunduran diri tersebut menjadi penegasan sikap UI untuk kembali kepada misi utama pendidikan tinggi, yakni mencari, menemukan, menyebarluaskan, dan menjunjung tinggi kebenaran. 

 

Terlebih, penjelasan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta UI menyebutkan bahwa untuk mewujudkan misi tersebut perguruan tinggi harus bebas dari pengaruh, tekanan, dan kontaminasi apapun seperti kekuatan politik dan/atau kekuatan ekonomi. 

 

"Sehingga Tridharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, dapat dilaksanakan berdasarkan kebebasan akademik dan otonomi keilmuan," jelas anggota DPR yang duduk di Komisi bidang pendidikan itu.

Sementara, terkait dikeluarkannya PP Nomor 75 Tahun 2021 menggantikan PP Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta UI yang tidak melarang rektor UI rangkap jabatan sebagai komisaris BUMN, menurut Himmatul, langkah pengunduran diri Ari Kuncoro menjadi momentum untuk membatalkan PP Nomor 75 Tahun 2021. 

 

Pasalnya, kata dia, Statuta UI yang baru tidak sejalan dengan UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Di mana Pasal 8 ayat (1) UU tersebut menyebutkan bahwa, “Dalam penyelenggaraan Pendidikan dan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi berlaku kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan”. 

 

Menurut Himmatul, kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan dapat tercapai jika Perguruan Tinggi memiliki otonomi dalam mengelola sendiri lembaganya, baik otonomi bidang akademik maupun non-akademik. 

 

"Statuta UI baru yang memungkinkan rektor UI merangkap jabatan sebagai komisaris BUMN dapat mengancam otonomi UI dalam menyelenggarakan pendidikan tinggi, sekaligus menghambat UI dalam berperan sebagai kekuatan moral yang mensyaratkan kemandirian lembaga," kata legislator dapil DKI Jakarta itu.