Minta Firli Bahuri dkk Mundur atau Dinonaktifkan, Eks Direktur KPK: Kalau Tidak Kerusakan Akan Terus Terjadi

JAKARTA - Mantan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antarkomisi dan Instansi Komisi Pemberantasan Korupsi (PJKAKI KPK) nonaktif Sujanarko meminta agar Firli Bahuri dkk mundur atau setidaknya dinonaktifkan dari jabatannya.

Hal ini disampaikan untuk menanggapi temuan Ombudsman RI terkait maladministrasi dalam proses Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai KPK sebagai syarat alih status pegawai. Salah satu maladministrasi yang ditemukan adalah penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Pimpinan KPK.

"Secara hukum oleh Ombudsman itu (lima pimpinan KPK, red) dinyatakan menyalahgunakan kewenangan. Kalau lima orang tidak segera dinonaktifkan atau tidak segera disuruh mundur kerusakan akan terus menerus terjadi dan tidak bisa dikendalikan," kata Sujanarko dalam konferensi pers secara daring, Rabu, 21 Juli.

Sebagai informasi, Sujanarko merupakan 1 dari 75 pegawai KPK yang dinyatakan tak lolos TWK sebelum pensiun. Dia dinyatakan tak lolos bersama penyidik senior Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap, dan penyidik maupun penyelidik lainnya.

Sujanarko lantas meminta dilakukan kajian untuk menentukan perlu atau tidaknya Firli Bahuri dkk dinonaktifkan dan digantikan dengan pelaksana tugas usai Ombudsman menyampaikan temuan mereka. "Bisa kita bayangkan lembaga negara yang punya anggaran Rp1 triliun yang tugasnya memberantas korupsi itu secara lembaga negara sudah dinyatakan melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan," ungkapnya.

"Jadi menurut saya perlu juga dikaji apakah pimpinan sekarang dinonaktifkan dan digantikan pimpinan Plt (pelaksana tugas)," imbuhnya.

Senada, Kepala Satgas Pembelajaran Internal nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Hotman Tambunan juga menganggap Firli Bahuri serta pimpinan KPK lainnya perlu untuk diberhentikan sementara.

Apalagi berkaca dari UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan, pejabat yang menyalahgunakan wewenangnya dapat dijatuhi sanksi berat dan diberhentikan dari jabatannya.

"Kalau pejabat negara terutama pimpinan KPK dengan kewenangan luar biasa telah melakukan pelanggaran, perbuatan penyalahgunaan wewenang maka sudah sepantasnya dipikirkan untuk berhenti sementara," ujar Hotman.

Diberitakan sebelumnya, Ombudsman menyebutkan terdapat maladministrasi dalam seluruh proses pelaksanaan TWK. Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih mengatakan pihaknya menemukan penyimpangan prosedur dalam pelaksanaan tes yang menjadi penentu dalam peralihan status pegawai KPK menjadi ASN.

Hasil pemeriksaan terkait asasemen TWK berfokus pada tiga isu utama. Pertama, berkaitan dengan rangkaian proses pembentukan kebijakan peralihan pegawai KPK menjadi ASN. kedua, proses pelaksanaan peralihan pegawai KPK menjadi ASN dan ketiga adalah pada tahap penetapan hasil asasemen TWK.

"Tiga hal inilah yang oleh ombudsman ditemukan maladministrasi," kata Najih dalam konferensi pers yang dilakukan secara daring.