Empat Hari Catat Rekor Kasus COVID-19: Thailand Tutup Pusat Perbelanjaan dan Terapkan Jam Malam
JAKARTA - Otoritas Thailand melaporkan penambahan 11.784 kasus baru COVID-19 pada Senin 19 Juli, rekor infeksi hari keempat berturut-turut saat Negeri Gajah Putih tengah berjuang mengatasi gelombang infeksi terburuk sejak pandemi.
Gugus tugas COVID-19 Thailand juga mengumumkan 81 kematian baru, sehingga total kini Thailand mencatat 415.170 kasus infeksi, dengan 3.422 kematian dan 289.651 pasien dinyatakan sembuh seperti mengutip Worldometers.
Masih tingginya angka kasus infeksi harian, membuat Pemerintah Thailand mengumumakn perluasan perluasan pembatasan COVID-19, yang mencakup pembatasan perjalanan dan jam malam ke tiga provinsi lagi, seperti melansir CNA Senin 19 Juli.
Pusat perbelanjaan juga akan ditutup dan jam malam pukul 9 malam hingga 4 pagi akan diberlakukan mulai Selasa di Provinsi Chonburi, Ayutthaya dan Chachoengsao, bunyi pengumuman resmi di Royal Gazette.
Selain itu, Thailand juga memberlakukan larangan nasional pertemuan publik, dengan sanksi maksimal hukuman penjara dua tahun atau denda hingga hingga 40.000 baht sekitar 1.219,88 dolar Amerika Serikat atau keduanya.
Pekan lalu, Kementerian Kesehatan Thailand mengumumkan rencana untuk menggabungkan vaksin COVID-19 Sinovac dan AstraZeneca dalam program vaksinasi nasionalnya, untuk meningkatkan kekebalan publik terhadap varian virus corona.
Pihak berwenang mengatakan, mereka akan memberikan suntikan Sinovac sebagai dosis pertama dengan AstraZeneca sebagai dosis kedua.
Otoritas kesehatan Thailand percaya, kombinasi vaksin COVID-19 dalam urutan seperti itu akan meningkatkan kekebalan publik terhadap virus corona, terutama varian Delta yang sangat menular, yang pertama kali diidentifikasi di India.
Baca juga:
- Tampil di Hadapan Umat Usai Operasi, Paus Fransiskus Serukan Kontemplasi dan Mengembalikan Kedamaian
- Warga Gaza Sambut Iduladha dengan Keprihatinan di Tengah Konflik, Blokade dan Pandemi COVID-19
- Inggris Cabut Penguncian COVID-19, PM Boris Johnson dan Menteri Keuangan Jalani Isoloasi
- Italia Alami Peningkatan Kasus Infeksi COVID-19 Klaster Pesta Juara Euro 2020
Namun, kepala ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyarankan agar tidak mencampur vaksin, menyebutnya sebagai 'tren berbahaya', karena hanya ada sedikit data yang tersedia tentang dampak kesehatan dari pencampuran tersebut.